Info FKUIUncategorized

[Cek Fakta] Benarkah Covid-19 Tidak Membuat Orang Meninggal? Cek Faktanya

#Liputanmedia

Akun Facebook Doral Crocker mengunggah gambar tangkapan layar memuat klaim bahwa virus korona (covid-19) tidak menyebabkan orang meninggal. Klaim itu diunggah pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Adapun narasi yang terdapat gambar tangkapan layar itu, bertuliskan sebagai berikut:
“COVID – 19 is not killing people. Weak immune systems and bad doctos are.
THE TESTS ARE RIGGED. THE DEATH COUNT IS FALSE. MASKS ARE USELESS. HAND-SANITIZER IS TOXIC. VACCINES ARE POISON. THE GOVERNMENT AND NEWS MEDIA ARE LYING.”
Setelah diterjemahkan bermakna sebagai berikut: “COVID – 19 tidak membunuh orang. Sistem kekebalan yang lemah dan dokter yang buruk.
TES DICURANGI. JUMLAH KEMATIAN SALAH. MASKER TIDAK BERGUNA. HAND-SANITIZER IS TOXIC. VAKSIN ADALAH RACUN. MEDIA PEMERINTAH DAN BERITA BERBOHONG.”
 
Penelusuran:
Dari hasil penelusuran, klaim bahwa covid-19 tidak menyebabkan orang meninggal adalah salah. Faktanya, WHO menjelaskan bahwa sekitar 50 ribu jiwa orang meninggal setiap minggunya akibat covid.
Dilansir cnbc.com, data dari WHO menyebutkan bahwa hingga per 13 Oktober 2020, telah terdata 37,6 juta kasus covid-19 di seluruh dunia serta 1,07 juta di antaranya meninggal dikarenakan covid-19.
Pula, berdasarkan pemberitaan Medcom.id, melalui artikel berjudul “85% Kasus Kematian Covid-19 Menyasar Kelompok Rentan” dimuat pada 12 Oktober 2020, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, mengatakan sebanyak 85 persen kasus kematian akibat virus korona (covid-19) berasal dari kelompok rentan, yakni warga berusia di atas 60 tahun. Masyarakat diingatkan menjaga diri sendiri dan orang lain, dengan tidak berkerumun dan menerapkan protokol kesehatan.
“Jangan buat kerumunan karena akibatnya sangat fatal,” kata Doni dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Senin, 12 Oktober 2020.
Doni mengatakan penularan covid-19 terjadi antarmanusia. Virus berbahaya itu tidak ditularkan melalui hewan seperti flu babi dan flu burung. Masyarakat, kata Doni, bisa merasa dirinya sehat-sehat saja setelah berkerumun. Namun, penularan covid-19 pada anggota keluarga bisa terjadi tanpa disadari.
“Kita punya orang tua atau orang yang kita sayangi pasti ada masuk kelompok rentan,” ujar Doni.
 
Masih dari sumber yang sama, hasil studi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan tingkat kematian pasien covid-19 berusia di atas 60 tahun mencapai 23 persen. Populasi usia lanjut paling berisiko tinggi terkena dampak covid-19.
“Gejala-gejala yang dijumpai pada pasien kelompok usia ini seringkali tidak khas sehingga berujung pada keterlambatan diagnosis dan penanganan,” ujar Dekan FKUI Ari Fahrial Syam dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020.
Tingkat kematian pasien usia lanjut dengan covid-19 dalam penelitian ini (23 persen) lebih tinggi dibandingkan angka nasional (14,9 persen). Sebanyak 90 persen pasien yang meninggal berjenis kelamin laki-laki.
Ada beberapa mekanisme yang menjelaskan mengapa laki-laki lebih rentan mengalami dampak buruk dalam kasus covid-19. Salah satunya karena penurunan jumlah sel B dan sel T pada laki-laki usia lanjut lebih besar dibandingkan perempuan.
Hal ini berdampak pada respons imun yang dihasilkan tidak terlalu kuat. Selain itu, hormon testosteron, yang biasa dikenal sebagai hormon seks pria, ternyata memengaruhi ekspresi TMPRSS2 yang berperan penting dalam proses masuknya virus SARS-CoV-2 ke dalam sel tubuh.
Pada penelitian ini, proporsi pasien yang meninggal pada kelompok usia 70 tahun ke atas lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 60-69 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia, sistem imun tubuh seseorang semakin mengalami disfungsi.
Kondisi ini menyebabkan pasien-pasien covid-19 usia lanjut semakin rentan mengalami ‘badai sitokin’. Hal ini dapat menimbulkan masalah di berbagai organ tubuh dan memicu gagal napas.
Keberadaan komorbiditas atau penyakit penyerta menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko kematian pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan hipertensi dan diabetes melitus sebagai komorbiditas yang umum ditemukan pada pasien. Beberapa pasien bahkan memiliki komorbiditas lebih dari satu.
Multikomorbiditas bukan termasuk salah satu faktor risiko kematian covid-19 yang menonjol pada penelitian ini. Namun, studi dari UK Biobank menyatakan multikomorbiditas, terutama multikomorbiditas kardiometabolik, berkaitan dengan peningkatan risiko perburukan covid-19.
Hal menarik lain yang patut diperhatikan terkait hasil penelitian ini ialah sebagian besar pasien (86 persen) tidak memiliki riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi covid-19. Tingginya risiko penularan melalui klaster keluarga dan banyaknya pasien asimptomatik atau tanpa gejala di Indonesia membuat anggota keluarga termasuk perawat harus selalu mencegah penularan covid-19.
 
Kesimpulan:
Klaim bahwa covid-19 tidak menyebabkan orang meninggal adalah salah. Faktanya, WHO menjelaskan bahwa sekitar 50 ribu jiwa orang meninggal setiap minggunya akibat covid.
Informasi ini masuk kategori hoaks jenis misleading content (konten menyesatkan). Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok. Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.
Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.
 
Referensi:
https://covid19.who.int
https://www.cnbc.com/2020/09/18/coronavirus-who-says-pandemic-is-killing-about-50000-people-a-week-that-is-not-where-we-want-to-be.html
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/0k8RMlWN-85-kasus-kematian-covid-19-menyasar-kelompok-rentan
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/VNnl48ak-studi-fkui-tingkat-kematian-pasien-di-atas-60-tahun-mencapai-23
https://archive.md/Qv9hg