Cabenuva Obat HIV Sekali Suntik, Mungkinkah Dipakai ODHA Indonesia?
#LiputanMedia
KOMPAS.com- Pada 21 Januari 2021 yang lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan izin penggunaan obat HIV Cabenuva untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Apakah obat yang hanya diberikan sekali suntik dalam sebulan ini bisa dipakai ODHA Indonesia?
Cabenuva adalah obat baru yang digunakan sebagai perawatan pencegahan untuk HIV/AIDS. Obat yang digunakan untuk melawan virus penyebab HIV ini dikembangkan perusahaan farmasi ViiV Healthcare.
Persetujuan FDA untuk penggunaan obat HIV generasi baru bagi perawatan orang dengan HIV berdasarkan temuan dari studi penting fase 3 ATLAS (Antiretroviral Therapy as Long-Acting Suppression) dan FLARE (First Long-Acting Injectable Regimen) yang melibatkan lebih dari 1.100 pasien dari 16 negara.
Cabenuva memungkinkan orang dewasa yang tertekan secara virologi yang hidup dengan HIV tanpa kegagalan pengobatan sebelumnya. Berdasarkan rilis dari ViiV Healhcare, Cabenuva adalah rejimen jangka panjang pertama dan satu-satunya untuk pengobatan infeksi HIV-1 pada orang dewasa.
Cara kerja obat Cabenuva
Cabenuva diberikan sebagai paket bersama dengan dua obat suntik, cabotegravir dari ViiV Healthcare dan rilpivirine Janssen. Dosis suntikan obat HIV ini sekali sebulan, sebagai pilihan untuk menggantikan rejimen obat antiretroviral (ARV) yang harus diminum setiap hari.
Obat ARV, yang saat ini, digunakan penderita HIV yang mengalami penekanan virologi (HIV-1 RNA kurang dari 50 salinan per mm dengan rejimen stabil, tanpa riwayat kegagalan pengobatan dan tanpa diketahui atau dicurigai resistansi terhadap cabotegravir atau rilpivirine.
Sebelum memulai pengobatan dengan obat tersebut, dosis oral cabotegravir dan rilpivirine harus diberikan selama kurang lebih satu bulan untuk menilai tolerabilitas setiap terapi.
Head of North America, ViiV Healthcare, Lynn Baxter mengatakan persetujuan FDA atas Cabenuva saat ini mewakili perubahan dalam cara pengobatan HIV.
Obat ini menawarkan orang yang hidup dengan HIV pendekatan perawatan yang benar-benar baru. Cabenuva mengurangi hari pemberian dosis pengobatan dari 365 hari menjadi 12 hari per tahun.
Namun, jika memang hasilnya sebaik itu, apakah mungkin obat ini bisa dipertimbangkan masuk ke Indonesia?
Mengenai Cabenuva, obat HIV pertama di dunia yang hanya perlu dipakai sebulan sekali bagi pasien ODHA, Dokter di Instalasi Pelayanan Terpadu HIV dan Penyakit Infeksi RSCM dan staf pengajar Departemen IPD FKUI-RSCM, DR dr Evy Yunihastuti SpPD KAI menanggapi positif terhadap obat baru ini.
“Bagus kok (obat HIV Cabenuva),” kata dr Evy kepada Kompas.com, Rabu (17/3/2021).
Disampaikan dr Evy berdasarkan presentasi pihak terkait di CROI 2021 beberapa waktu yang lalu, obat ini baru selesai studi tahap 3 selama 2 tahun, dan hasilnya menunjukkan kemampuan menurunkan virus sama baiknya jika digunakan dua bulan sekali atau sebulan sekali.
Sehingga, Evy berkata, jika obat ini memang sudah dapat diakses, sudah ada bentuk generik dengan harga terjangkau program, tentu ini akan menjadi alternatif yang menarik untuk digunakan ODHA di Indonesia.
Akan tetapi, selain persoalan harga obat HIV, ia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu juga dipikirkan pada pemilihan obat ARV bagi ODHA. 1. Efek samping Pertimbangan efek samping menjadi hal yang krusial bagi segala jenis penyakit, termasuk HIV/AIDS ini. “Untuk obat ini kelihatannya efek samping yang dilaporkan lebih terkait efek penyuntikan,” kata dia.
1. Efek samping
Pertimbangan efek samping menjadi hal yang krusial bagi segala jenis penyakit, termasuk HIV/AIDS ini.
“Untuk obat ini kelihatannya efek samping yang dilaporkan lebih terkait efek penyuntikan,” kata dia.
2. Kemudahan pemberian obat
Untuk diketahui, selain sebaiknya disuntikkan oleh tenaga kesehatan, dalam penyimpanannya obat Cabenuva ini haruslah di dalam kulkas.
“Jadi, harus dipastikan tempat penyimpanan ada,” ujarnya.
3. Kemungkinan interaksi obat
Cabotegravir dan rilpivirine mempunyai interaksi yang dapat menurunkan kadar ARV dalam darah jika diberikan bersama obat tuberkulosis rifampisin.
“Jadi, untuk Indonesia yang banyak kasus tuberkulosis, akan menyulitkan pemberian. Obat ini tidak dapat digunakan bersama rifampisin,” jelasnya.
4. Dapat digunakan untuk semua kelompok populasi
Karena masih baru, obat cabotegravir belum diketahui keamanannya pada ibu hamil dan menyusui, demikian juga pada anak.
“Jadi (obat HIV) belum dapat digunakan pada semua ODHA,” tutur dokter konsultan alergi imunologi ini.
Sumber berita: https://www.kompas.com/…/cabenuva-obat-hiv-sekali…