UI Kembali Kukuhkan dua Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia kembali mengukuhkan dua Guru Besar Tetap dari Fakultas Kedokteran pada Sabtu (22/6/2019), pukul 10.00 WIB di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, Ph.D, memimpin langsung sidang terbuka pengukuhan guru besar, yang mengukuhkan Prof. Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI sebagai guru besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan Prof. Dr. dr. Salim Harris, SpS(K), FICA, guru besar ilmu Neurologi FKUI.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Suhendro menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Memanfaatkan dan Mengembangkan Penelitian Infeksi, Inflamasi, dan Nutrisi untuk Menghasilkan Produk Baru Berbasis Hak Cipta dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakatdan Prof. Salim Harris menyampaikan pidatonya yang berjudulModel Rekayasa IPTEKDOKKES: Penanganan Dini Cerebral Small Vessel Disease serta Aplikasinya pada Multiorgan dan Sistem Tubuh sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia.

Turut hadir pada prosesi pengukuhan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Drs. Suhardi Alius, M.H.; Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Brigadir Jenderal Polisi Wahyu Hadiningrat, S.I.K., M.H; Jenderal TNI, Pramono Edhie Wibowo; Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Ratna Dwi Restuti, SpTHT-KL(K), MPH; Direktur Utama RSUI, Dr. dr. Julianto Witjaksono, SpOG; Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Hj. Aliyah Rasyid Baswedan, M.Pd; serta Presiden Direktur RS Pondok Indah Group, Ir. Anna Rosita Subagja.

Dalam pidatonya tersebut, Prof. Suhendro menyampaikan bahwa di Indonesia, penyakit infeksi merupakan masalah penting karena jumlah kasus yang tinggi dan berhubungan dengan penyakit aterosklerosis kardiovaskular seperti penyakit jantung iskemia dan serebrovaskular yang merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Faktor yang memengaruhi tingginya kasus infeksi tersebut dapat dikategorikan dalam empat faktor utama. Pertama, perubahan iklim dan penyakit tular vektor. Kedua, resistensi antimikroba. Ketiga, meningkatnya jumlah pasien dengan imunitas tubuh yang menurun. Keempat, munculnya penyakit infeksi baru yang tidak diketahui sebelumnya (contoh: virus nipah, severe acute respiratory syndrome) atau penyakit infeksi yang muncul kembali setelah berhasil menghilang di masa lampau.

Nutrisi seimbang dan mengandung zat gizi esensial sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Nutrisi yang kurang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan memperberat penyakit infeksi. Sementara, nutrisi yang berlebihan terutama karbohidrat hasil olahan dan lemak jenuh, dapat mengakibatkan inflamasi kronik, obesitas dan penyakit kardiovaskular. Nutrisi yang berlebih diduga dapat memperberat penyakit infeksi.

“Untuk mencegah tingginya inflamasi akut yang dapat memengaruhi kadar inflamasi kronik masa yang akan datang maka diperlukan diagnosis dini penyebab infeksi dengan pemeriksaan klinis dan penunjang serta pengobatan yang tepat. Salah satu upaya yang dapat dijalankan adalah dengan memberikan imunisasi pada orang dewasa sehingga dapat mencegah penyakit infeksi dan dapat berkontribusi menurunkan risiko peningkatan inflamasi kronik,” papar Prof. Suhendro. Setelah diagnosis ditegakkan, untuk menentukan pengobatan, dokter dianjurkan untuk menggunakan pedoman pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien, karena pedoman pengobatan didasarkan atas bukti ilmiah terbaik.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Salim Harris mengutarakan terobosannya terkait teknik pemeriksaan sederhana yaitu Trail Making Test A, untuk deteksi dini Cerebral Small Vessel Disease (CSVD) atau gangguan pembuluh darah halus pada sistem saraf, khususnya otak. CSVD merupakan sekumpulan abnormalitas klinis dan radiologis yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah halus otak yang berdiameter kurang dari 200 µm. Efek gangguan pembuluh darah halus ini tidak serta merta dapat dirasakan pada tahap awal, namun secara perlahan akan berakibat pada gangguan memori hingga meningkatkan risiko terjadinya demensia dan stroke, baik tipe sumbatan atau tipe berdarah.

Pada penderita CSVD awal, gangguan belum tampak sehingga penderita ini masih mampu menjalankan kegiatan dan kewajiban sehari-hari, namun kemampuan dalam mengambil keputusan sudah menurun. Hal ini akan berdampak besar, terutama pada orang-orang yang sedang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan atau perusahaan. Deteksi dini adanya gangguan fungsi kognitif pada CSVD merupakan hal yang sangat penting karena dengan deteksi dini, risiko kelanjutan gangguan pembuluh darah halus otak dapat dicegah.

Melalui alat-alat pencitraan otak yang canggih baik CT scan maupun MRI, tanda-tanda dari gangguan CSVD dapat ditemukan secara dini, walaupun masih belum menimbulkan gejala yang dikeluhkan. Namun kedua pencitraan tersebut relatif mahal dan terbatas ketersediaannya. Untuk itu, Prof. Salim Harris bersama tim neurovaskular FKUI-RSCM telah mengembangkan berbagai teknik skrining dan deteksi dini yang lebih mudah dijangkau, yaitu sebuah pemeriksaan sederhana seperti Trail Making Test A sebagai bentuk skrining CSVD. Diharapkan hasil penelitian Beliau dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya dapat meningkatkan angka harapan hidup serta peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

“Banyak terobosan yang kami lakukan dalam usaha untuk mendiagnosis CSVD secara dini, namun semua ini tidak akan berguna bila para dokter dan masyarakat, serta pasien tidak menggunakannya. Melalui deteksi dini CSVD diharapkan dapat mencegah berkembangnya penyakit degeneratif sehingga peningkatan angka harapan hidup di Indonesia tidak hanya sekedar menambah angka saja tetapi juga memberikan kehidupan yang berarti,” harap beliau dalam pidatonya.

Berdasarkan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para sivitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat menaikkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional.

(Humas FKUI)