Data dari Global Kidney Health Atlas 2019 menyebutkan 1 dari 10 orang di dunia diperkirakan mengalami Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dan sebagian besar terlambat menyadarinya. PGK merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di Indonesia. Penanganan PGK tahap akhir memerlukan biaya besar sehingga termasuk ke dalam lima penyakit yang menyedot dana BPJS Kesehatan paling besar. Oleh karena itu, perhatian terhadap faktor yang menimbulkan atau memperberat PGK menjadi penting agar pasien jangan sampai jatuh ke PGK tahap akhir.
Fakta ini diungkapkan dr. Ginova Nainggolan, SpPD-KGH dalam Sidang Promosi Doktor yang dipimpin oleh Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB yang berlangsung secara daring pada Jumat, 18 Desember 2020 pukul 9.00 WIB.
Melalui disertasinya yang berjudul “Akurasi Berat Jenis urin sebagai Prediktor Gangguan Ginjal Dini pada Pekerja Terpajan Panas: Kajian terhadap Vasopresin, Laju Filtrasi Glomerulus, Albuminuria, Nefrin Urin, dan KIM-I Urin” dr. Ginova mengungkapkan bahwa pada permulaan tahun 2000, timbul dugaan bahwa salah satu hormon yang dihasilkan oleh tubuh manusia, yaitu hormon vasopresin, memiliki efek buruk terhadap ginjal jika kadarnya terus-menerus tinggi.
Vasopresin, dikenal juga dengan sebutan hormon antidiuretik (ADH), merupakan hormon yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan air di dalam tubuh. Ketika tubuh kekurangan air, vasopresin dilepaskan dari otak ke dalam aliran darah, kemudian bekerja di ginjal untuk menahan air agar tidak dikeluarkan melalui urine.
Beragam penelitian pada hewan coba yang disuntikkan vasopresin secara konsisten memperlihatkan terjadinya penebalan struktur glomerulus ginjal (hipertrofi glomerulus) dan albuminuria (“kebocoran” protein albumin dari “saringan” glomerulus ke dalam urine). Kondisi serupa, berupa penurunan fungsi ginjal dan albuminuria, dikhawatirkan turut dapat terjadi pada manusia. Akan tetapi, belum ada penelitian yang berhasil membuktikan hal tersebut.

Dr. dr. Ginova Nainggolan, SpPD-KGH
Salah satu populasi yang berpotensi memiliki kadar vasopresin tinggi dalam jangka panjang adalah pekerja terpajan panas di pabrik. Pekerja terpajan panas berada di dalam lingkungan panas dengan suhu ≥28 °C Indeks Suhu Bola Basah (salah satu metode pengukuran suhu lingkungan). Penelitian ini memeriksa kadar vasopresin yang kemudian dihubungkan dengan fungsi ginjal, albuminuria, dan penanda kerusakan struktur ginjal (diwakili oleh nefrin urin sebagai penanda kerusakan glomerulus ginjal dan KIM-1 urin sebagai penanda kerusakan tubulus ginjal).
Pada penelitian ini, dilakukan pemeriksaan pada 119 pekerja wanita terpajan panas di pabrik sepatu dengan median usia 38 tahun yang tidak memiliki faktor risiko penyakit ginjal (seperti diabetes melitus atau hipertensi) dan hasil pemeriksaan kesehatan ginjal (kreatinin serum dan urine lengkap) dalam batas normal pada medical checkup tahun 2019. Penelitan ini mendapatkan 79 pekerja dengan vasopresin tinggi dan 80 pekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan vasopresin tinggi dalam jangka panjang tidak berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal. Di samping itu, vasopresin yang tinggi juga tidak berhubungan dengan albuminuria. Dengan demikian, penelitian ini menolak dugaan dari penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa vasopresin tinggi dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal atau albuminuria.
Temuan lain yang sama pentingnya adalah mayoritas pekerja terpajan panas mengalami peningkatan nefrin urine. Nefrin adalah bagian dari glomerulus ginjal yang normalnya tidak terdapat atau jumlahnya sangat minimal di urine. Kadarnya di dalam urine yang meningkat menandakan adanya kerusakan pada struktur glomerulus.
Umumnya kerusakan nefrin akan diikuti dengan albuminuria, seperti pada pasien diabetes melitus. Akan tetapi, peningkatan nefrin urine akibat vasopresin tinggi tidak berhubungan dengan albuminuria ataupun penurunan fungsi ginjal. Hal tersebut menandakan adanya perbedaan perjalanan alamiah antara peningkatan nefrin urine pada pekerja terpajan panas dengan pasien diabetes melitus.
Pada pekerja terpajan panas, diduga vasopresin tinggi berulang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Nefrin urine yang merupakan salah satu penyusun tautan antarsel podosit di glomerulus menjadi meregang sehingga terlepas ke dalam urine. Di sisi lain, vasopresin tinggi dalam jangka panjang tidak berhubungan dengan gangguan tubulus ginjal yang pada penelitian ini diperiksa melalui pemeriksaan KIM-1 urine.
Penelitian ini juga mendapatkan bahwa nilai berat jenis urine ≥1,018 berhubungan dengan peningkatan nefrin urine. Selama ini, para pekerja terpajan panas diperiksakan kadar kreatinin serum dan urine lengkap. Apabila kadar kreatinin serum atau urine lengkap sudah tidak normal, sebenarnya menandakan bahwa sudah terlanjur terjadi gangguan fungsi atau struktur ginjal sehingga perlu dicari penanda kerusakan ginjal dini untuk menghindarkan efek buruk panas ke pekerja. Oleh karena itu, berdasarkan temuan tersebut, pekerja terpajan panas direkomendasikan untuk memeriksakan berat jenis urine secara berkala untuk mendeteksi gangguan ginjal dini.
Hasil penelitian disertasi tersebut berhasil dipertahankan dr. Ginova dihadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.PD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc; Dr. dr. Diana Aulia Sp.PK(K); Dr. dr. Ani Retno Prijanti, M.Biomed; dan Dr. dr. Lestariningsih, Sp.PD-KGH (Universitas Diponegoro).
Penelitian disertasi yang dipromotori oleh Prof. Dr. dr. Parlindungan Siregar, Sp.PD-KGH dan ko-promotor Dr. dr. Dewi Sumaryani Soemarko, M.S., Sp.Ok dan dr. Aida Lydia, PhD, Sp.PD-KGH menyimpulkan bahwa manusia dengan vasopresin tinggi tidak berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal, albuminuria, dan kerusakan tubulus ginjal yang diukur dengan KIM-1.
Kesimpulan lain yang didapat adalah vasopresin yang tinggi terhadap ginjal menimbulkan efek kerusakan lapisan nefrin pada glomerulus. Pekerja di lingkungan panas direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan berat jenis urin secara berkala dan bila berat jenis urin ≥1,018 berarti pekerja kurang minum dan perlu mendapat edukasi ulang.
Disertasi ini berhasil mengantarkan dr. Ginova Nainggolan, SpPD-KGH meraih gelar Doktor (Dr.) dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI.
(Humas FKUI)