Pakar Infeksi FKUI: Fakta yang Perlu Diketahui Tentang Penyakit Cacar Monyet

Temuan kasus cacar monyet di Singapura sontak menimbulkan keresahan di masyarakat, hal ini dikarenakan dekatnya jarak antara Singapura dan Indonesia, serta banyaknya warga negara Indonesia yang melakukan aktivitas bisnis maupun wisata ke Singapura.

Kasus cacar monyet belum pernah ditemukan di Indonesia, termasuk di banyak negara lainnya di seluruh dunia. Cacar monyet atau human monkeypox merupakan penyakit yang disebabkan infeksi virus dan bersifat zoonotik. Penyakit zoonotik adalah penyakit yang penularannya terjadi melalui kontak manusia dengan hewan yang sakit ataupun hewan pembawa virus.

Virus cacar monyet termasuk ke dalam genus Orthopoxvirus dan famili Poxviridae. Adapun hewan yang dapat terinfeksi atau membawa virus tersebut antara lain primata seperti monyet, hewan pengerat seperti tikus, tupai, dan berbagai hewan liar lainnya.

Penularan cacar monyet dapat terjadi melalui gigitan, cakaran, kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi, maupun melalui konsumsi daging hewan liar terinfeksi yang tidak cukup dimasak. Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang dilaporkan dan bukan sebagai metode penularan utama.

Pertama kali ditemukan pada manusia di tahun 1970, cacar monyet sejak lama menjadi penyakit endemik yang mencakup beberapa negara di Afrika Barat dan Afrika Tengah. Pakar Dermatologi dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM, Prof. dr. Kusmarinah Bramono, Ph.D, SpKK(K) menjelaskan bahwa peningkatan kasus cacar monyet dideteksi terjadi pada 30 tahun setelah kampanye pemberian vaksinasi smallpox dihentikan. Vaksinasi terhadap smallpox disinyalir memberikan perlindungan terhadap cacar monyet.

Lebih jauh Prof. Kusmarinah menerangkan bahwa untuk menghindari risiko penularan cacar monyet dari hewan ke manusia, maka hindari kontak dengan hewan pengerat dan primata jika sedang berada di daerah endemik. Selain itu, hindari pajanan langsung dengan darah dan daging hewan, serta selalu memasak daging dengan baik sebelum dimakan. Gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker sebelum merawat binatang yang sakit dan pada saat penyembelihan ternak.

Meskipun penularan manusia ke manusia diketahui tidak mudah terjadi, pasien yang terkena cacar monyet tetap dianjurkan untuk diisolasi dengan prinsip contact precautions. Hindari kontak erat dengan orang yang terinfeksi dan barang-barang yang terkontaminasi dengan cara menggunakan pelindung diri dan mencuci tangan menggunakan sabun atau hand-sanitizer berbasis alkohol saat merawat dan menjenguk pasien cacar monyet.

Sampai hari ini belum tersedia vaksin khusus cacar monyet. Namun, vaksin smallpox diketahui 85% efektif dalam mencegah cacar monyet.  Sayangnya, vaksin smallpox saat ini tidak tersedia karena smallpox sudah tereradikasi sejak tahun 1980. Kendati demikian, vaksinasi masal dianggap kurang menguntungkan karena kasus cacar monyet jarang terjadi pada manusia.

Sementara itu, Pakar Penyakit Tropik dan Infeksi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, dr. Adityo Susilo, SpPD-KPTI mengatakan bahwa kasus cacar monyet sebagian besar ditemukan pada orang-orang yang tinggal dekat dengan hutan hujan tropis di negara-negara endemik di Afrika. Orang-orang tersebut berpotensi mengalami kontak dengan hewan-hewan liar yang membawa virus cacar monyet sehingga rentan terinfeksi. Hal ini sesuai dengan laporan WHO, dimana peningkatan kejadian kasus cacar monyet di Afrika Barat dan Afrika Tengah dalam beberapa dekade terakhir diduga terjadi akibat peningkatan kontak antara manusia dengan hewan liar yang terinfeksi oleh virus monkeypox (MXPV).

“Banyaknya orang yang bepergian serta pengiriman hewan dari negara endemik ke negara-negara lain memungkinkan menyebarnya cacar monyet ke negara-negara di luar Afrika. Sebagai contoh, penyebaran cacar monyet ke Amerika Serikat pada tahun 2003 diduga terjadi akibat pengiriman hewan pengerat dari Ghana,” ujar dr. Adityo. “Hewan pengerat tersebut diduga menginfeksi prairie dogs yang kemudian menunjukkan gejala terjangkit cacar monyet dan selanjutnya mengakibatkan penularan ke manusia,” tuturnya kemudian.

Menelaah temuan cacar monyet di Singapura, dr. Adityo berpendapat bahwa kasus ini merupakan imported case. Kementerian Kesehatan Singapura seperti tertulis pada laman web resminya (https://www.moh.gov.sg/news-highlights/details/confirmed-imported-case-of-monkeypox-in-singapore) menyatakan bahwa terdapat satu pasien warga negara Nigeria yang terdiagnosis cacar monyet di Singapura. Mempertimbangkan latar belakang, riwayat kontak dan masa inkubasi, pasien tersebut kemungkinan besar terjangkit virus selama berada di Nigeria yang merupakan salah satu negara endemik penyakit cacar monyet.

Penularan diduga terjadi melalui daging hewan liar (bush meat) yang dikonsumsi pasien saat menghadiri acara pernikahan di negara asalnya. Oleh karena dibutuhkan waktu sekitar 5-21 hari dari sejak virus masuk ke tubuh hingga munculnya penyakit, pasien baru menunjukkan tanda dan gejala cacar monyet saat tiba di Singapura.

Dilansir dari laman web Straits Times pada 14 Mei 2019, pasien dalam keadaan stabil. Sebanyak 23 orang yang sempat berkontak dekat dengan pasien juga tengah menjalani isolasi dan belum ada yang menunjukkan tanda terjangkit cacar monyet.

“Jika terjangkit cacar monyet, pasien mula-mula mengalami periode invasi yang dapat berlangsung hingga 5 hari. Periode ini ditandai dengan demam yang disertai nyeri kepala, nyeri otot, nyeri punggung, dan rasa kelelahan yang cukup berat. Selain itu dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) di berbagai daerah tubuh seperti daerah rahang dan leher. Pembesaran kelenjar getah bening ini tidak ditemukan pada cacar air,” jelas dr. Adityo.

Lebih jauh dr. Adityo menjelaskan, gejala khas yang muncul pada penderita cacar monyet adalah timbulnya lesi kulit pada 1-3 hari setelah terjadinya demam. Lesi kulit awalnya berupa bercak-bercak (rash), yang meluas menjadi lesi makulopapuler. Lesi kemudian berubah menjadi lenting yang berisi cairan (vesikel).  Selanjutnya lesi vesikuler tersebut dapat membesar dan mengeras, membentuk pustul, hingga akhirnya pecah dan tertutup koreng (krusta), dan mengering.

Mula-mula lesi kulit muncul di area wajah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Untuk monkeypox, lesi kulit terutama ada di wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Jumlah lesi kulit bervariasi dari pasien ke pasien, dari mulai beberapa hingga ribuan. Lesi cacar monyet dapat juga mengenai selaput lendir rongga mulut, mata, dan genitalia.

Cacar monyet merupakan penyakit self-limiting atau swasirna yang dapat sembuh dengan sendirinya dalam kurun waktu 2-3 minggu, kecuali pada kondisi tertentu seperti adanya penyakit lain (komorbid) yang berat, daya tahan tubuh yang rendah, dan usia anak-anak, maka terdapat risiko komplikasi. Oleh karena sifatnya yang swasirna, tidak ada obat spesifik yang perlu dikonsumsi. Yang utama adalah pasien cacar monyet harus mendapat asupan nutrisi dan cairan yang cukup serta dukungan terapi suportif-simtomatik lainnya. Antibiotik topikal dapat diberikan pada lesi kulit untuk mengatasi infeksi sekunder yang timbul. Komplikasi yang pernah dilaporkan antara lain berupa bronkopneumonia, diare dan muntah yang mengakibatkan dehidrasi berat, serta ensefalitis. Lesi yang mengenai mata dapat mengakibatkan kebutaan, sedangkan lesi pada kulit dapat meninggalkan sikatriks hipotrofik yang biasa disebut bopeng. Secara umum, cacar monyet memiliki tingkat keparahan yang jauh lebih ringan daripada smallpox, dengan case fatality rate yang bervariasi, yaitu sekitar 1-10%.

Dr. Adityo mengatakan bahwa pada saat terjadinya kasus khusus seperti ini, kita perlu selalu waspada namun dianjurkan untuk tidak khawatir secara berlebihan. Mengingat cacar monyet dapat secara efektif dicegah dengan menghindari kontak dengan hewan dan pasien yang terinfeksi. Menurutnya, saat ini belum diperlukan travel warning secara khsusus ke Singapura karena sumber penularan potensial, yaitu pasien dan orang-orang sekitarnya yang berkontak dengan pasien, sudah dikarantina. Namun demikian upaya untuk mengikuti perkembangan berita dan infomasi faktual dari Pemerintah harus terus dilakukan.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan saat ini tengah gencar melakukan penyebarluasan informasi terkait cacar monyet kepada masyarakat, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dari Singapura dan negara-negara Afrika Barat dan Afrika Tengah. Selain itu, pemerintah pun menghimbau agar dinas kesehatan maupun instansi terkait segera melakukan upaya pengendalian awal dan melaporkan kepada Kemenkes apabila ditemukan kasus suspek monkeypox.

Cacar monyet merupakan penyakit infeksi yang sebenarnya dapat dicegah dan dikatakan tidak mudah untuk menular antar manusia. Masyarakat diharapkan dapat memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai penyakit cacar monyet sehingga dapat melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, tanpa menimbulkan kepanikan.

(Humas FKUI)