43 Tahun Mengabdi, Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik FKUI Sampaikan Pidato Valediktori

Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Herkutanto, Sp.FM, Subsp.FK(K), SH, LLM, FACLM menyampaikan pidato valediktori pada Rabu, 3 Mei 2023 di Aula IMERI FKUI, Kampus FKUI Salemba, Jakarta.

Pidato valediktori (berasal dari frasa bahasa latin vale dicere atau farewell dalam bahasa Inggris) yang dibacakan oleh Prof. Herkutanto berjudul “Meretas Dimensi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Disiplin Kedokteran Demi Kemaslahatan Masyarakat”. Pidato ini merupakan pidato purna bakti Prof. Herkutanto, setelah 43 tahun berkarya dan mengabdi di FKUI.

Melalui pidatonya, Prof. Herkutanto memilih tiga momentum peristiwa-peristiwa perjalanan profesi selama bertugas menjadi Guru Besar. “Ada tiga titik epifani yang memberikan pencerahan kepada saya, dan mengantar pada tiga momentum utama perjalanan profesi saya.” tutur guru besar yang pernah menjabat sebagai Ketua Konsil Kedokteran pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) periode 2014-2019 tersebut.

“Titik epifani pertama yang mengubah jalan kehidupan saya bermula dengan ketertarikan ke cabang ilmu kedokteran forensik waktu (kuliah pendidikan dokter) di tingkat 5 FKUI. Titik epifani kedua terjadi ketika saya menempuh pendidikan Sarjana Hukum di Universitas Indonesia dan berkelanjutan sekolah Master of Laws di School of Laws La Trobe, University Melbourne. Titik epifani ketiga terjadi ketika saya ditunjuk menjadi Ketua Tim Penelaah Material Transfer Agreement (MTA),” ujar Prof. Herkutanto.

Sesuai dengan ketiga titik epifani tersebut, Prof. Herkutanto kemudian membagi pidatonya menjadi tiga momentum utama yaitu, momentum perjalanan profesi di bidang ilmu Forensik dan studi Medikolegal; momentum profesionalisme praktisi medis; dan momentum Kesetaraan dan benefit sharing bagi para pengandil penelitian biomedik.

Dalam momentum perjalanan profesi di bidang Ilmu Forensik dan studi Medikolegal Prof. Herkutanto menjelaskan bahwa produk akhir dokter spesialis forensik adalah opini atau pendapat ahli yang akan dijadikan sebagai alat bukti dan menentukan nasib seseorang di pengadilan. Pendapat ahli tersebut harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah, disajikan secara logis, dan bebas bias.

Sementara itu, momentum yang kedua adalah perjalanan profesi Prof. Herkutanto di bidang profesionalisme dokter sebagai praktisi medis. Prof. Herkutanto mengatakan, “Dalam momentum perjalanan profesi yang terkait dengan dinamika lembaga-lembaga profesi kedokteran saat ini. Keterlibatan saya sebagai Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Komite Nasional Keselamatan Pasien memberi kesempatan untuk melihat, mendengar, dan mengalami dinamika tersebut,” tutur Prof. Herkutanto.

Momentum yang ketiga, adalah momentum  perjalanan profesi dibidang benefit sharing dalam kolaborasi penelitian biomedik. “Tantangan yang dihadapi dalam usaha memandirikan Indonesia dibidang kesehatan, khususnya biomedik tidak sedikit. Belum banyak institusi dan peneliti yang benar-benar memahami pentingnya prinsip benefit sharing. Lebih banyak kegiatan penelitian yang terbatas hanya pada publikasi semata, bukannya data hasil penelitian,” cerita Prof. Herkutanto.

Lebih lanjut Prof. Herkutanto mengatakan, “Sejalan dengan timbulnya kesadaran yang ikut dipicu oleh perilaku terhadap pihak Indonesia, ada dua hal yang dilakukan yaitu, mengendalikan akses dan advokasi kepada institusi dan peneliti.”

Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB dalam sambutannya mengatakan, “Banyak terobosan yang diwariskan Prof. Herku kepada kita seperti beliau selalu mengatakan pentingnya kita mempersiapkan dokter-dokter ketika harus berhubungan dengan medikolegal. Selain itu, beliau juga selalu membuka wawasan kita terkait MTA (Material Transfer Agrement) dimana harus ada kesetaraan dan benefit sharing dalam setiap kolaborasi penelitian. Usia 70 tahun bukan artinya berhenti, saya yakin dengan kepakaran yang prof miliki dapat terus berkontribusi untuk kepentingan FKUI, UI, dan di tingkat Nasional. Semoga selalu sehat dan tetap berkarya,” tutur Prof. Ari.

Pada akhir pidatonya Prof. Herkutanto berpesan, “Kepada sivitas akademika FKUI, waktu saya telah tiba, saya mohon diri, lanjutkanlah tugas kalian dengan penuh kebanggaan, respek, dan dengan semangat kolegial. Professors are not designed to stay forever with the academia they never die, but fade away. Vivat Academia Vivant Professores.”

Terima kasih atas pengabdiannya dan semoga ilmu yang diberikan Prof. Herkutanto selama ini terus tumbuh dan menjadi manfaat bagi generasi-generasi selanjutnya.

(Humas FKUI)