Info FKUIUncategorized

Obesitas dan Balita Kerdil Jadi Potret Masalah Gizi yang Belum Tuntas

#LiputanMedia

JawaPos.com – Masih ingat dengan kasus anak bertubuh besar dengan bibot di atas 150 kilogram, Arya Permana di Karawang? Baru-baru ini juga ada kasus perempuan dewasa, Titi Wati di Kalimantan yang berbobot 200 kilogram karena obesitas. Di sisi lain, banyak balita yang juga tidak tumbuh sempurna atau bertubuh kerdil dan disebut dengan istilah stunting.
 
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, Senin (28/1), mengingatkan kondisi-kondisi seperti itu tentu menjadi potret pekerjaan rumah yang belum selesai di Hari Gizi Nasional. Stunting dan obesitas menjadi dua permasalahan yang harus segera diselesaikan.
 
Gambaran Kondisi Stunting
 
Saat ini stunting masih menjadi masalah besar negara. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, angkanya masih 30,8 persen, artinya 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2010 menetapkan ambang angka stunting harus di bawah 20 persen. Stunting terjadi karena asupan gizi yang kurang sejak kehamilan sampai umur dua tahun yang dikenal sebagai 1000 hari kehidupan. Selain variasi asupan gizi dan terjadi infeksi dalam 1000 hari, kehidupan merupakan kunci utama untuk mencegah stunting. Stunting jelas berhubungan dengan kualitas hidup selanjutnya dari anak tersebut.
 
Gambaran Kondisi Obesitas
 
Angka kejadian obesitas juga terus bergerak naik pada Riskesdas 2018 angka obesitas pada orang dewasa sudah mencapai 21,8 persen. Padahal pada 2013 hanya 14,8 persen. Obesitas akan berhubungan dengan penyakit tidak menular antara lain penyakit stroke, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus dan kanker. Diabetes melitus dan hipertensi akan berujung pada gagal ginjal kronis sehingga akhirnya pasien harus menjalani cuci darah. Penyakit-penyakit ini menjadi penyakit yang menghabiskan dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
 
Masalah Gizi Lainnya
 
Masalah lain adalah masalah keamanan pangan. Penggunaan racun seperti formalin, rhodamin, zat pengawet atau zat warna masih terjadi. Dampak jangka panjang dari penggunaan zat berbahaya akan berdampak pada ginjal dan liver dan zat beracun ini bisa bekerja sebagai zat karsinogen yang menyebabkan kanker. Pada manusia penggunaan formalin jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Pada penelitian binatang, ternyata formalin menyebabkan kanker kulit dan kanker paru.
 
Solusinya
 
Menurut dr. Ari, angka stunting terkait erat dengan kemiskinan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Ikan dan telur semestinya mudah didapat jika peternakannya dikelola dengan baik. Sungai dan laut harus dijaga agar hasil-hasil sungai dan laut berupa ikan yang sangat kaya gizi dapat menjadi sumber konsumsi masyarakat terutama ibu hamil dan anak di bawah 2 tahun.
 
Sedangkan obesitas berhubungan dengan kualitas makanan dan minuman di tengah masyarakat yang rendah dari sudut kesehatan. Makanan enak belum tentu sehat, sedang makanan sehat bukan tidak bisa dibuat enak. Asupan gula masyarakat harus dibatasi dan mereka harus selalu diimbau untuk mengonsumsi sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan minyak tak jenuh serta cukup buah. Begitu pula untuk asupan daging merah harus dibatasi. Makanan dan minuman kemasan juga yang dijual dalam bentuk makanan cepat saji harus menyampaikan informasi nilai gizi (nutrition facts).
 
Sarana prasarana olah raga untuk masyarakat pun harus menjadi prioritas. Trotoar harus menjadi akses untuk masyarakat agar bisa berjalan kaki dengan nyaman dan juga adanya jalur sepeda agar masyarakat bisa hidup lebih sehat.