UI Kukuhkan Dua Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia kembali mengukuhkan dua Guru Besar Tetap dari Fakultas Kedokteran pada Sabtu (22/12/2018), pukul 10.00 WIB di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met memimpin langsung sidang pengukuhan guru besar yang mengukuhkan Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc dari Departemen Ilmu Gizi FKUI dan Prof. dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, SpM(K), PhD dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Saptawati menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul “Ilmu Gizi Kedokteran di Era Disrupsi Terkait Dukungan Nutrisi Konvensional dan Spesifik: Pengentasan Sindroma Stunting dan Dampaknya pada Risiko Kerdiometabolik”. Sementara Prof. Tjahjono menyampaikan pidato berjudul “Kolaborasi Penta Helix untuk Masa Depan Pendidikan Oftalmologi Indonesia di Era Disrupsi”.

Turut hadir pada prosesi pengukuhan, Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno; Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, SpM(K); Menteri Kesehatan RI Kabinet Reformasi periode 1998-1999, Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek, SpOG(K); Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes; Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, PhD; Gubernur Bank Indonesia periode 2013-2018, Agus Martowardojo; Direktur Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Lies Dina Liastuti, SpJP(K), MARS; serta Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Dr. dr. Terawan Agus Putranto. SpRad(K).

Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Saptawati memaparkan mengenai pentingnya pemenuhan nutrisi sebagai upaya penanganan masalah stunting pada anak dan dampaknya pada risiko kardiometabolik.

Menjadi keprihatinan bersama bahwa penanganan masalah stunting hingga kini belum menuai hasil yang diharapkan. Bila ditangani dengan pendekatan dukungan nutrisi konvensional tanpa melibatkan berbagai aspek gangguan metabolik yang telah terjadi sejak masa konsepsi, maka masalah stunting ini akan menjadi cerita tanpa akhir.

Sementara itu, dampak yang ditimbulkan dari kekurangan pemenuhan nutrisi sangat kompleks antara lain gangguan perkembangan mental atau kognisi anak, gangguan metabolik serta kesehatan jangka panjang yang akan menurunkan kualitas generasi selanjutnya, sehingga sering diusulkan untuk penanganan masalah stunting keluarga daripada masalah stunting anak.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut maka sudah saatnya ilmu gizi kedokteran memasuki era dengan strategi dukungan nutrisi kedokteran yang personal atau spesifik, sehingga pendekatan baru dalam dukungan nutrisi kedokteran akan lebih membantu penanganan berbagai penyakit, seperti obesitas dan kanker serta berbagai penyebab terjadinya inflamasi dan penuaan.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Tjahjono memaparkan pidato pengukuhannya mengenai pentingnya indera penglihatan kita, yaitu bola mata. Bola mata adalah organ tubuh dengan struktur yang unik dan rumit serta menjadi jalur utama masuknya informasi sehari-hari. Namun, angka kebutaan di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia yaitu sebesar 3% dari penduduk berusia lebih dari 50 tahun (survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016).

Tidak dipungkiri bahwa kebutaan akan mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan dan status ekonomi keluarga. Oleh karena itu, di negara berkembang seperti Indonesia diharapkan dapat memasukkan unsur tindakan operasi pemulihan penglihatan pada produktivitas pekerja sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan keluarga dalam penentuan prioritas dukungan pembiayaan kesehatan.

Dukungan dan kolaborasi Penta Helix (Pemerintah, Industri, Masyarakat dan Lembaga Sosial Masyarakat, Perguruan Tinggi serta Media) untuk bersama-sama mendukung serta mengejar inovasi dalam hal pemulihan penglihatan kini menjadi sangat penting. Namun, permasalahan yang ada di Indonesia saat ini adalah mengejar ketertinggalan teknologi dalam acuan best practice global serta menyejajarkan diri dengan kecepatan perkembangan teknologi pada era disrupsi global yaitu Industri 4.0.

Pada era disrupsi, semuanya dapat memanfaatkan teknologi, seperti Inggris yang telah mampu membuat kornea buatan dengan menggunakan sel punca dan berbagai materi biologi lainnya secara 3D printing.

Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para civitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat menaikkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional.

(Humas FKUI)