Sistem Skoring sebagai Prediksi Kekambuhan dan Angka Bertahan Hidup bagi Pasien EOC

Ephitelial Ovarium Cancer (EOC) atau Kanker Ovarium Epitelial, merupakan salah satu kelompok kanker ovarium dengan tingkat keganasan yang tinggi setelah kanker serviks. EOC biasanya menyerang pada periode perimenopause sampai pascamenopause atau rentang usia 45 hingga 84 tahun, dengan puncaknya ada pada usia 69 tahun. Hingga saat ini, data angka kejadian EOC di Indonesia belum diketahui secara pasti dan banyak pasien yang datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut.

Tatalaksana EOC dengan pembedahan memerlukan teknik operasi yang cukup kompleks. Selain operasi, pasien EOC juga membutuhkan modalitas lain yaitu kemoterapi, yang dapat diberikan sebelum atau sesudah pembedahan. Kemoterapi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pembedahan sehingga mampu mengurangi risiko penyebaran dan kekambuhan.

Masalah utama EOC saat ini adalah tingginya angka kekambuhan dan rendahnya angka bertahan hidup setelah operasi dan kemoterapi berbasis platinum. Untuk itu, penurunan angka kekambuhan pascaoperasi dan kemoterapi, serta meningkatnya angka bertahan hidup harus diupayakan. Salah satu caranya adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor prognostik, yang berperan secara tunggal atau berkombinasi pada pasien EOC stadium lanjut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian  yang melibatkan faktor-faktor genetik dan klinikopatologis, antara lain dengan meneliti hubungan polimorfisme gen reparasi XRCC1 dan XRCC3, serta membuat pemodelan statistik yang dapat memprediksi kemampuan bertahan hidup pasien EOC pascaoperasi dan kemoterapi yang bermanfaat untuk melakukan strategi penatalaksanaan yang lebih tepat sehingga meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup.

Penelitian kemudian dilakukan oleh dr. Chamim Shobari Singoprawiro, SpOG(K) sebagai penelitian disertasinya. Hasilnya, didapatkan sebuah sistem skoring yang dapat memprediksi kekambuhan dan angka bertahan hidup pasien pascaoperasi dan kemoterapi.

Paparan hasil penelitian tersebut disampaikan dr. Chamim pada sidang promosi doktoralnya, Kamis (14/6) lalu di Auditorium IMERI-FKUI Lt. 3, Salemba, Jakarta. Disertasi berjudul “Hubungan Polimorfisme Gen Repair XRCC1, XRCC3, Usia, Residu Tumor, Histopatologi, P53 dengan Prognosis Kanker Ovarium Epitelial Stadium Lanjut Pascaoperasi dan Kemoterapi” berhasil dipertahankan dengan baik di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI, dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD-KHOM; dr. Nuryati Chairani Siregar, MS, SpPA(K), PhD; Dr. dr. Laila Nuranna, SpOG(K); dan Dr. dr. Supriadi Gandamihardja, SpOG(K) (Universitas Padjajaran).

Di akhir sidang, Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, PhD, SpMK(K), selaku ketua sidang, mengangkat dr. Chamim Shobari Singoprawiro, SpOG(K), sebagai Doktor dalam Ilmu Kedokteran di FKUI. Dalam sambutannya promotor Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG(K); dan ko promotor dr. Iswari Setianingsih, SpA, PhD (Lembaga Biologi Molekuler Eijkman) serta Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) berharap model skoring ini dapat menjadi terobosan dalam perbaikan tatalaksana pada pasien dengan EOC. (Humas FKUI)