Promosi Doktor Hilman Tadjoeddin

hilman tadjudinLeukemia Granulositik Kronik (LGK) memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di dunia. Namun demikian, angka kejadian di Indonesia belum banyak diketahui. Selama ini, untuk mengintervensi penyakit tersebut telah dilakukan berbagai cara pengobatan, seperti radiasi dan busulfan. Namun keduanya hanya memberi kontribusi dalam perbaikan kualitas hidup. Masa bebas penyakit pasien LGK pertama kali dicapai melalui terapi hidroksiurea (HU), kemudian menjadi lebih baik pada tindakan transplantasi sel induk hematopoetik alogenik [allogenic Hematopoetic Stem Cell Transplantation, (allo-HSCT)].

Secara keseluruhan jenis pengobatan tersebut tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga penelitian berikutnya diarahkan pada pengobatan yang sifatnya spesifik (terapi target). Pada saat ini banyak digunakan preparat yang ditujukan untuk menekan aktivitas enzim tirosin kinase (TKI) protein BCR-Abl, karena telah dibuktikan bahwa aktivitas enzim tersebut berperan pada terjadinya LGK. Salah satu jenis TKI adalah Imatinib Mesylate (IM).

Keberhasilan terapi Imanitib Mesylate (IM) pada pasien LGK di Indonesia berbeda dari yang dilaporkan di luar negeri. Diduga karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan terapi tersebut. Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah telah terjadinya mutasi gen BCR-Abl sebelum pemberian terapi atau pada awal pengobatan. Selain faktor tersebut, diketahui bahwa berbagai kondisi dapat mempengaruhi keberhasilan terapi IM, di antaranya: risiko sokal, fase LGK sebelum mendapat pengobatan IM, riwayat pengobatan dengan HU sebelum pengobatan dengan IM dan lama sakit.

Keberhasilan pengobatan dapat dinilai berdasarkan Complete Hematologic Response (CHR), Complete Cytogenetic Response (CCyR), maupun Major Molecular Response (MMR). CHR merupakan kriteria termudah untuk dilaksanakan di Indonesia, tetapi belum dievaluasi seberapa baik parameter CHR untuk memprediksi keberhasilan terapi MMR.

Penelitian kemudian dilakukan oleh dr. Hilman Tadjoeddin, SpPD-KHOM untuk membuktikan kaitan antara mutasi gen BCR-Abl dan beberapa faktor prediksi lain dengan hasil pengobatan IM pasien LGK di Indonesia. Sejak September 2009 penelitian dilakukan dengan jumlah pasien sebanyak 88 orang . Hasil penelitian menunjukkan mutasi gen BCR-Abl yang dideteksi di awal terapi cenderung berperan dalam perjalanan klinis pasien LGK di Indonesia.

Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan dengan baik oleh dr. Hilman Tadjoeddin, SpPD-KHOM pada sidang promosi doktoralnya, Kamis (9/7) lalu. Bertempat di ruang Senat Akademik Fakultas FKUI Salemba, Jakarta, disertasi berjudul “Peran Mutasi Gen BCR-Abl pada Perjalanan Klinis Pasien Leukimia Granulostik Kronik (LGK): Kaitannya dengan Aspek Terapi Imatinib Mesylate (IM)” berhasil dipertanggung jawabkan di hadapan tim penguji. Bertindak selaku ketua tim penguji Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, SpPD-KEMD dengan anggota penguji dr. Agustin Kusumayati, MSc, PhD; Prof. dr. Iman Supandiman, SpPD-KHOM (Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran); dan Dr. Ir. Wahyu Purbowasito S, MSc (Kepala Bidang Pertanian Pangan, dan Kesehatan Pusat Perumusan Standar Badan Standarisasi Nasional).

Di akhir sidang, Prof. dr. Pratiwi P. Sudarmono, SpMK(K), PhD selaku ketua sidang mengangkat dr. Hilman Tadjoeddin, SpPD-KHOM sebagai Doktor dalam bidang ilmu Kedokteran di FKUI. Promotor Prof. Dr. dr. A. Harryanto Reksodiputro, SpPD-KHOM dan ko-promotor dr. Alida Roswita Harahap, SpPK(K), PhD serta Prof. Dr. dr. Armen Muchtar, SpFK berharap hasil disertasi ini dapat bermanfaat dalam memprediksi hasil pengobatan LGK dengan IM. (Mel/Dan/Die)