Primakuin Cegah Kekambuhan Malaria pada Laki-laki Dewasa

World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2016 terjadi 216 juta kasus malaria di seluruh dunia, dan 14,6 juta di antaranya terjadi di kawasan Asia Tenggara. Kekambuhan masih menjadi masalah dalam eradikasi malaria vivaks yang terjadi karena aktivasi hipnozoit, bentuk dorman parasit malaria dalam hati. Satu-satunya antihipnozoit yang ada di pasaran saat ini adalah primakuin dengan dosis anjuran dari Kementerian Kesehatan RI sebesar 15mg/hari selama 14 hari.

Saat ini, primakuin adalah satu-satunya obat yang berfungsi mencegah kekambuhan. Keberhasilan terapi primakuin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu gerak obat dalam tubuh (farmakokinetik) dan hubungannya dengan efek obat (farmakodinamik), serta variasi jumlah copy gen CYP2D6. Gen CYP2D6 berfungsi menentukan aktivitas enzim CYP2D6, yaitu enzim dalam hati yang berfungsi mengubah primakuin menjadi bentuk aktif.

Karakteristik farmakokinetik obat merupakan faktor penting dalam penentuan dosis optimal. Studi farmakokinetik pada pasien malaria vivaks sangat dibutuhkan untuk penentuan dosis dan keberhasilan terapi. Sebagian besar data farmakokinetik primakuin berasal dari studi pada subjek sehat, sehingga tidak menggambarkan penggunaan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian untuk mengembangkan model farmakokinetik/farmakodinamik populasi primakuin dan menganalisis pengaruh faktor genetik enzim CYP2D6 terhadap efektivitas primakuin pada pasien laki-laki dewasa dengan malaria vivaks di Indonesia.

Peneliti dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, dr. Anggi Gayatri, SpFK kemudian melakukan penelitian yang dibagi ke dalam dua bagian. Pada bagian pertama penelitian, dilakukan analisis karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik primakuin sebagai anti-kambuhan. Sementara pada bagian kedua penelitian dilakukan analisis hubungan variasi jumlah copy gen CYP2D6 dengan kejadian kambuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan piperakuin atau pironaridin bersama primakuin dapat menyebabkan peningkatan kadar primakuin. Namun peningkatan kadar primakuin ini tidak disertai dengan peningkatan efektivitas obat. Selain itu juga didapatkan bahwa peningkatan skor aktivitas gen CYP2D6 dapat menurunkan risiko kambuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik genetik CYP2D6 merupakan faktor yang menentukan keberhasilan terapi primakuin.

Lebih lanjut, pada penelitian ini juga tidak didapatkan jumlah primakuin dalam tubuh yang optimal sebagai antikekambuhan. Oleh karenanya, tidak dapat dilakukan penghitungan dosis optimal primakuin, padahal perhitungan dosis ini sangat dibutuhkan mengingat masih tingginya frekuensi kambuh. Berkaitan dengan hal tersebut diusulkan untuk melakukan uji klinis lanjutan yang membandingkan efektivitas dan keamanan primakuin dosis rendah (15 mg/hari) dan dosis tinggi (30 mg/hari).

Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Anggi Gayatri, SpFK pada sidang promosi doktoralnya, Rabu (8/5/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI Salemba.

Disertasi berjudul “Model Farmakokinetik/Farmakodinamik Populasi Primakuin dan Analisis Faktor Genetik Enzim CYP2D6 Terkait Kejadian Kambuh Malaria Vivaks” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Inge Sutanto, M.Phil, SpParK; dr. Instiaty, SpFK, PhD; Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt (Fakultas Farmasi UI); Farah N. Coutrier, PhD (Lembaga Biologi Molekuler Eijkman); dan Prof. dr. Rovina Ruslami, SpPD, PhD (Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Anggi Gayatri, SpFK sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK dan ko-promotor Prof. Dr. dr. Purwantyastuti, MSc, SpFK dan Prof. Kevin Baird, PhD (Eijkman-Oxford Clinical Research Unit) berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk penentuan dosis optimal primakuin.

(Humas FKUI)