Peran Laktat pada Resusitasi Anak dengan Renjatan Sepsis

Renjatan merupakan salah satu penyebab tersering kegawatdaruratan pada anak di instalasi gawat darurat (IGD) dan ruang rawat intensif anak (pediatric intensive care unit/PICU). Pada pasien anak yang mengalami renjatan sering ditemukan kondisi alaktatemia yaitu tidak didapatkan peningkatan kadar laktat sejak awal resusitasi. Dengan adanya kondisi alaktatemia pada pasien renjatan anak, maka penggunaan laktat sebagai salah satu keberhasilan resusitasi harus lebih berhati-hati dan disesuaikan dengan kondisi pasien.

Deteksi dini serta terapi yang cepat dan tepat merupakan kunci keberhasilan tata laksana renjatan pada anak. Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menilai keberhasilan resusitasi renjatan, antara lain kesadaran, tekanan darah, kualitas nadi, perabaan ekstremitas, perfusi perifer jaringan, diuresis, analisis gas darah (AGD), dan kadar laktat serum.

Surviving sepsis campaign (SSC) tahun 2015 merekomendasikan pemeriksaan laktat serial jam ke-0 dan jam ke-6 selama resusitasi dilakukan. Sepertiga pasien renjatan anak tidak mengalami peningkatan kadar laktat sejak awal resusitasi. Kondisi ini disebut alaktatemia. Dengan adanya kondisi alaktatemia pada pasien renjatan anak, maka penggunaan laktat sebagai salah satu target keberhasilan resusitasi harus lebih berhati-hati dan disesuaikan dengan kondisi pasien.

Berdasarkan latar belakang tersebut, suatu penelitian kemudian dilakukan oleh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dr. Irene Yuniar, SpA(K), untuk mengetahui peran pemeriksaan laktat sebagai parameter target keberhasilan resusitasi pada pasien anak dengan renjatan..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laktat tidak dapat dipakai sebagai target keberhasilan resusitasi 6 jam, serta kadar laktat tidak berkaitan dengan aktivitas isoenzim LDH-1, 5 dan DO2. Sebagai kesimpulan, tata laksana pasien renjatan anak sebaiknya dilakukan secara klinis dan sehubungan dengan kendali mutu serta biaya, disarankan untuk tidak dilakukan pemeriksaan berulang kadar laktat pada jam ke-6.

Hasil  penelitian tersebut kemudian dipresentasikan dengan baik oleh dr. Irene Yuniar, SpA(K) pada sidang promosi doktoralnya, Senin (8/1) lalu di Ruang Teaching Theatre Lt. 6 Gedung IMERI-FKUI, Salemba. Disertasi berjudul “Status Alaktatemia dan Hiperlaktatemia sebagai Penentu Keberhasilan Terapi Resusitasi pada Renjatan Anak: Kajian pada Aktivitas Isoenzim Laktat Dehidrogenase-1 dan 5 serta Kaitannya dengan Hantaran Oksigen” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak sebagai ketua tim penguji Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Zakiudin Munasir, SpA(K); Prof. Dr. dr. Sri Widia A. Jusman, MS; Prof. Dr. dr. Suzanna Immanuel, SpPK; Dr. Sandi Iljanto, MPH; Prof. Dr. dr. Munar Lubis, SpA(K) (Universitas Sumatera Utara); dan Dr. dr. Dadang Hudaya S, SpA(K), M.Kes (Universitas Padjajaran).

Di akhir sidang, Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, selaku ketua sidang mengangkat dr. Irene Yuniar, SpA(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah, SpA(K) dan ko promotor Prof. Dr. dr. Mulyadi M. Djer, SPA(K) berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu dalam tata laksana renjatan anak yang mengalami alaktatemia. (Humas FKUI)