Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Universitas Indonesia (UI) kembali kukuhkan dua guru besar tetap dari Fakultas Kedokteran (FK). Mereka adalah Prof. Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH, guru besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.Si, guru besar FKUI dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak.

Kedua guru besar tersebut dikukuhkan pada Sabtu (30/6) di Aula IMERI FKUI, kampus UI Salemba yang dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, Ph.D, serta disaksikan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI, Dr. Sofyan A. Djalil, S.H., M.A., M.ALD; dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, Dr. Ir. Agus Hermanto, MM.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Peranan Endoskopi Terapeutik dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Gastrointestinal Stadium Lanjut,” Prof. Dadang menyampaikan bahwa kanker gastrointestinal (saluran cerna) merupakan salah satu penyakit keganasan terbanyak di dunia.

Kanker gastrointestinal meliputi kanker esofagus, gastroduodenal, pankreas, dan kolorektal. Dulu, efektivitas berbagai pengobatan kanker gastrointestinal dinilai dengan melihat respons tumor terhadap pengobatan dan tingkat kesintasan. Namun saat ini, alat evaluasi yang esensial untuk menilai keberhasilan pengobatan kanker gastrointestinal meningkat menjadi penilaian kualitas hidup yang meliputi aspek fisiologis, psikologis, dan aspek sosial dari seorang pasien beserta keluarganya.

Endoskopi saluran cerna tidak hanya berperan sebagai alat diagnostik, namun juga dapat digunakan untuk tujuan terapeutik baik pada penyakit keganasan maupun penyakit bukan keganasan. Dalam upaya pengobatan penyakit keganasan gastrointestinal, endoskopi saluran cerna dapat berperan sebagai modalitas terapeutik, baik yang bersifat terapi paliatif maupun terapi definitif.

Endoskopi terapeutik yang bersifat paliatif meliputi terapi fotodinamik, terapi laser, pemasangan self-expandable metal stents (SEMS), pemasangan nasobiliary drainage (NBD) tube untuk akses nutrisi, dan EUS-guided biliary drainage/EUS-BD. Adapun endoskopi terapeutik yang bersifat definitif meliputi endoscopic mucosal resection (EMR) dan endoscopic submucosal dissection (ESD).

Seluruh modalitas endoskopi terapeutik tersebut kini telah dapat dilakukan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.

Namun, untuk lingkup nasional saat ini pelayanan endoskopi saluran cerna baru tersedia pada kurang dari 20% rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia.

“Masih diperlukan lebih banyak dokter di Indonesia yang memiliki kompetensi endoskopi saluran cerna, baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut,” ucap Prof. Dadang. “Selain itu, diperlukan juga penambahan sarana endoskopi saluran cerna di rumah sakit yang ada di Indonesia,” lanjutnya.

Saat ini terdapat 12 pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat dasar yang tersebar di seluruh Indonesia dan baru terdapat satu pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat lanjut (Advanced Endoscopy Training Center) yaitu di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM, Jakarta. Terbentuknya Advanced Endoscopy Training Center ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas para dokter Indonesia yang kompeten di bidang endoskopi saluran cerna khususnya endoskopi terapeutik.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Soedjatmiko dalam pengukuhannya menyampaikan pidato berjudul Upaya Meningkatkan Kualitas Tumbuh Kembang Anak Indonesia Sejak Pembuahan sampai Remaja dengan Pemenuhan Hak Anak dan Pendekatan Pediatri Sosial untuk Membentuk Generasi Penerus Bangsa yang Unggul.

Menurut pakar tumbuh kembang pediatri sosial Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini, derajat kesehatan anak di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Namun untuk semakin meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak menjadi generasi penerus bangsa yang unggul, masih menghadapi banyak masalah terkait pemenuhan hak-hak anak, sejak masa pembuahan sampai remaja.

“Hak kelangsungan hidup, tumbuh kembang optimal, perlindungan, dan menyatakan pendapat, harus dipenuhi dengan prinsip non diskriminatif untuk kepentingan terbaik anak,” ujar Prof. Soedjatmiko.

Pendekatan pediatri sosial tersebut, harus bersinergi dengan ilmu pediatri klinis dan berbagai ilmu lain, untuk bersama-sama membentuk generasi penerus yang unggul.

Menyadari kompleksnya permasalahan yang dihadapi, Prof. Soedjatmiko menyerukan perlunya meningkatkan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat atau Tri Darma Perguruan Tinggi  baik antar Divisi maupun lintas disiplin ilmu dan profesi di lingkungan FKUI-RSCM. Juga peningkatan kerja sama di tingkat kementerian, badan atau lembaga nasional dan internasional, untuk bersama-sama menyusun, melaksanakan berbagai program agar mampu dilaksanakan oleh keluarga dalam kehidupan sehari-hari, demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang unggul. (Humas FKUI)