Penelitian Induksi Sputum sebagai Deteksi TB pada Anak dengan Infeksi HIV

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang selama berpuluh-puluh tahun telah menjadi beban masyarakat. Indonesia menempati peringkat ke-2 setelah India dalam daftar negara dengan jumlah kasus TB tertinggi. Proporsi TB anak berkisar antara 10-15 % pasien TB secara keseluruhan, namun di negara endemis TB maka proporsi TB pada anak dapat mencapai 25% dari seluruh jumlah kasus.

Anak dapat terinfeksi TB pada usia berapa pun, namun risiko morbiditas dan mortalitas tertinggi adalah pada bayi dan anak kurang dari 2 tahun. Meskipun berbagai upaya pemberantasan TB telah diupayakan secara luas di seluruh dunia, namun ternyata cita-cita menuju terbebasnya dunia dari TB juga terkendala oleh peningkatan angka kejadian infeksi HIV. Anak dengan infeksi HIV merupakan faktor risiko terjadinya TB sebagai infeksi oportunistik terutama di daerah endemik TB. Koinfeksi TB-HIV merupakan kombinasi yang mematikan. Infeksi TB akan memperberat HIV, sedangkan infeksi HIV membuat TB sulit diobati.

Selain meningkatnya koinfeksi TB-HIV, masalah yang menghambat pemberantasan TB adalah terjadinya multidrug resistance (MDR). Angka MDR yang terus meningkat pada kasus dewasa secara teoritis juga meningkatkan MDR TB pada anak. Baku emas diagnosis TB adalah ditemukannya kuman TB pada spesimen dari pasien TB. Salah satu masalah klasik yang dijumpai adalah sulitnya penegakan diagnosis TB pada anak, terutama TB yang dikonfirmasi dengan penemuan kuman TB (confirmed TB). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui cara yang paling efektif dan akurat untuk mendapatkan diagnosis definitive pada TB anak.

Induksi sputum pada anak terbukti aman dan cukup baik dalam mendapat spesimen dari saluran respiratori bawah untuk diagnosis TB. Di Indonesia, upaya penegakan diagnosis TB belum rutin dilakukan dan belum ada publikasi data mengenai confirmed TB pada anak yang terinfeksi TB. Induksi sputum mulai banyak dikerjakan, namun efektivitasnya belum banyak dilaporkan. Oleh Karena itu, penelitian diperlukan untuk mendeteksi kuman TB serta mendeteksi resistensi kuman TB terhadap obat anti TB.

Seorang staf pengajar FKUI, dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) yang kemudian melakukan penelitian tersebut sebagai penelitian disertasinya. Hasil akhir penelitian memperlihatkan bahwa induksi sputum memiliki akurasi yang baik dalam mendeteksi TB pada anak dengan infeksi HIV.

Paparan hasil penelitian tersebut kemudian disampaikan dr. Nastiti pada sidang promosi doktoralnya, Kamis (15/6) lalu di Auditorium Lt. 3 IMERI-FKUI, Salemba. Disertasi berjudul “Akurasi Uji Amplifikasi Asam Nukleat dan Line Probe Assay dari Spesimen Induksi Sputum untuk Diagnosis Tuberkulosis dan Multi-drug Resistant Anak dengan Human Immunodeficiency Virus” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Dr. dr. Zakiudin Munasir, SpA(K); Dr. Andriansjah, S.Si, M.Biomed; Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K); Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, SKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat UI); dan Prof. dr. Cissy B. Kartasasmita, PhD, SpA(K) (Universitas Padjajaran).

Setelah menjalani presentasi hasil, diskusi dan tanya jawab, Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, selaku ketua sidang, mengangkat dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) dan ko promotor Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K) berharap hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemeriksaan untuk mendiagnosis TB pada anak. (Humas FKUI)