Penelitian Apelin-13 dan BNP-45 sebagai Baku Standar dalam Diagnosis dan Prognosis Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang timbul karena gangguan struktur atau fungsional jantung yang menyebabkan ketidakmampuan ventrikel untuk pengisian atau pemompaan darah. Akibatnya, jantung tidak sanggup mempertahankan perfusi yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, baik pada waktu istirahat maupun selama beraktivitas fisik.

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan utama di negara maju.  Sindrom gagal jantung mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi dan insiden gagal jantung saat ini cenderung meningkat, terutama karena usia harapan hidup makin bertambah, sehingga jumlah lansia juga semakin banyak. Jika lansia tersebut memiliki riwayat hipertensi, maka ada kemungkinan berakhir dengan gagal jantung kongestif (CHF).

Diperkirakan 1-2% dari populasi dunia menderita penyakit gagal jantung kongestif dengan prevalensi yang terus meningkat. Angka statistik menyatakan bahwa satu dari lima orang dewasa pada usia 40 tahun akan mengalami gagal jantung dan sekitar setengah dari orang yang mengalami gagal jantung meninggal dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis. Perawatan di rumah sakit juga seringkali terjadi secara berulang dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Dengan alasan ini, tidak heran jika gagal jantung diberi julukan ‘A Costly Deadly Disorder.

Diketahui bahwa B-type Netriuretic Peptide (BNP) dan NT-proBNP sudah menjadi biomarker baku emas dalam menentukan diagnosis dan prognosis gagal jantung. Namun diagnosisnya tergantung pada penilaian klinis berdasarkan kombinasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan investigasi yang tepat. Untuk alasan ini, keakuratan diagnosis dengan cara klinis saja seringkali tidak memadai. Hal inilah yang meningkatkan minat dan membuka lebar kesempatan dalam pengembangan biomarker kardiovaskular yang baru.

Saat ini ada peptida yang dominan di plasma tikus dan manusia yang bersifat hipotensif dan inotropik positif yaitu Apelin-13. Apelin-13 menyebabkan penurunan tekanan arteri yang berarti. Banyak data eksperimen mengenai peptida Apelin tersebut, namun mekanisme molekulear yang mendasari peran Apelin-13 pada hipoksia masih belum jelas. Demikian juga pengaruh Apelin-13 pada hipertrofi ventrikel masih belum diketahui.

Berdasarkan hal tersebut, Apelin-13 menjadi layak untuk diteliti dan dipelajari apakah peningkatan yang tajam ekspresi Apelin-13 otot jantung pada keadaan hipoksia dapat digunakan sebagai biomarker baru hipertrofi jantung, sekaligus mempelajari korelasi antara Apelin-13, BNP-45, dan malondialdehid (MDA).

Peneliti dari Progrm Doktor Ilmu Biomedik FKUI, Dra. Helmi, M.Sc, kemudian melakukan penelitian tersebut dan memperoleh hasil bahwa adanya peningkatan MDA, peningkatan ekspresi relatif Apelin-13 dan peningkatan ekspresi relatif protein BNP-45 pada jaringan jantung mempunyai korelasi yang singkat dan kuat, sesuai dengan peningkatan lamanya perlakuan hipoksia.

Pemaparan penelitian tersebut dipresentasikan oleh Dra. Helmi, M.Sc pada sidang disertasi doktoralnya, Rabu (11/7) di Ruang Teaching Theatre Lt. 6 Gedung IMERI FKUI, Salemba. Disertasi berjudul “Hipertrofi Ventrikel Akibat Induksi Hipoksia Sistemik Kronik, Analisis Ekspresi Protein Apelin-13 dan BNP-45 serta Hubungannya dengan Stres Oksidatifberhasil dipertahankan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh dr. Wawaimuli Arozal, M.Biomed, PhD dengan anggota tim penguji Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC; Prof. dr. Mohammad Sadikin, DSc; dan Prof. Dr. dr. Frans Ferdinal, MS (Universitas Tarumanegara).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, selaku ketua sidang mengangkat Dra. Helmi, M.Sc sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI. Promotor Prof. dr. Fransiscus D. Suyatna, SpFK, PhD dan ko promotor Dr. dr. Ani Retno Priyanti, M.Biomed dan Prof. Dr. dr. Sri Widia A. Jusman, MS berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai mekanisme molekuler peningkatan apelin-13 dapat digunakan untuk terapeutik, diagnosis dan prognosis gagal jantung.

(Humas FKUI)