Peneliti FKUI Temukan Metode Pemeriksaan Dini Disorders of Sex Development

Setiap bayi lahir membawa kebahagiaan bagi keluarganya. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh orangtua dan keluarga selain kondisi kesehatannya, adalah jenis kelaminnya. Lelaki atau perempuan? Pertanyaan rutin dan terdengar sepele, namun terkadang membingungkan bagi tenaga kesehatan yang menolong kelahiran bayi itu. Tidak semua bayi dilahirkan dengan alat kelamin luar yang jelas menandakan bayi perempuan atau lelaki. Ada yang terlihat seperti perempuan, tetapi ternyata ada benjolan di lipatan paha atau di bibir kelaminnya, atau klitoris terlihat lebih besar daripada umumnya bayi perempuan, sehingga menyerupai penis.

Berita di media massa pun beberapa kali mengangkat tentang kasus anak perempuan yang berubah menjadi lelaki saat mencapai usia pubertas. Sebaliknya, ada anak perempuan yang tidak tumbuh payudara dan tidak menstruasi hingga usia dewasa. Dalam bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan, kondisi tersebut dikategorikan sebagai Disorders of Sex Development (DSD) atau gangguan perkembangan sistem reproduksi, yang menyebabkan tanda seks primer dan sekunder tidak berkembang sebagaimana seharusnya, atau disebut juga atipikal.

Bayi yang secara genetiknya 46,XY seharusnya lahir menjadi bayi lelaki. Sementara bayi 46,XX seharusnya menjadi bayi perempuan. Namun, pada gangguan perkembangan sistem reproduksi yang atipikal dapat terjadi bayi 46,XY lahir dengan bentuk kelamin luar seperti perempuan, sehingga berisiko dibesarkan sebagai perempuan. Saat pubertas, bayi ‘perempuan’ tersebut kemudian akan mengalami perubahan fisik menjadi lelaki akibat efek androgen (hormon lelaki) yang memang baru meningkat di usia pubertas. Kesalahan cara pengasuhan akan menimbulkan efek dan konflik psikologis serta sosial bagi pasien dan keluarganya. Pasien seringkali harus pindah sekolah atau rumah untuk mengurangi konflik itu.

Salah satu penyebab kondisi tersebut adalah kelainan genetik yang disebabkan defek enzim 5 alfa-reduktase tipe 2 (5AR2). Enzim 5AR2 berfungsi untuk mengubah testosteron (T) menjadi dihidrotestosteron (DHT), sehingga pada janin DHT tidak diproduksi atau berkurang produksinya sejak di dalam kandungan. Defisiensi enzim 5 alfa-reduktase tipe 2 (D5AR2) merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan spektrum klinis bervariasi dari genitalia eksterna lelaki dengan mikropenis, hipospadia, scrotum bifidum, atau genitalia ambigu saat lahir, serta genitalia eksterna menyerupai genitalia perempuan. Testosteron berperan dalam proses perkembangan genitalia interna janin 46,XY, sedangkan DHT berperan pada perkembangan genitalia eksterna janin 46,XY. DHT merupakan androgen yang 10 kali lebih kuat daripada testosteron dan berperan penting dalam pembentukan alat kelamin luar dan prostat janin lelaki.

Peningkatan rasio T dan DHT (T/DHT) pada umumnya dipakai sebagai pemeriksaan penunjang D5AR2. Hanya saja pemeriksaan tersebut tidak selalu memberi hasil yang konklusif, terutama pada bayi. Dalam praktik klinis di Indonesia, pemeriksaan DHT masih harus dilakukan di laboratorium luar negeri karena tidak tersedia di Indonesia, sehingga untuk mendiagnosisnya terkendala mahal dan lama. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian untuk meningkatkan kemampua deteksi dini kasus DSD dengan D5AR2.

Penelitian kemudian dilakukan oleh peneliti dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, dr. Andi Nanis Sacharina Marzuki, SpA(K). Hasil penelitian menemukan suatu metode pemeriksaan dalam mendiagnosis kondisi kekurangan enzim 5AR2, yang lebih murah, tidak lama, akurat, dan yang paling penting adalah tersedia di Indonesia.

Pemeriksaan alternatif yang diteliti tersebut adalah pemeriksaan kadar hormon di urin. Selain itu, hasil penelitian ini juga membuktikan pemeriksaan hormon di urin pada pasien yang diduga mengalami kekurangan enzim 5AR2 dan salah satu keluarga dekatnya dapat secara akurat mendeteksi kondisi tersebut, sehingga pasien dapat terdiagnosis lebih dini. Dengan demikian kesalahan pola asuh dengan segala konsekuensi medis, psikososial dan psikoseksual dapat dihindari.

Pemaparan hasil  penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Andi Nanis Sacharina Marzuki, SpA(K) pada sidang promosi doktoralnya, Selasa (15/1/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt.3, Gedung IMERI FKUI Salemba.

Disertasi berjudul “46,XY Disorders of Sex Development dengan Penyebab Defisiensi 5 Alfa-Reduktase Tipe 2 di Indonesia Pola Mutasi, Hubungan Genotipe-Fenotipe, Akurasi Rasio Testosteron/Dihidrotestosteron dan Rasio Etiokolanolon/Androsteron Urin dalam Diagnosis” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji.

Bertindak selaku ketua tim penguji Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH; Prof. Dr. dr. Suzanna Immanuel, SpPK(K); Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K); dan Prof. dr. Madarina Julia, SpA(K), PhD (Universitas Gadjah Mada).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, selaku ketua sidang mengangkat dr. Andi Nanis Sacharina Marzuki, SpA(K)  sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI. Melalui sambutannya, promotor Prof. dr. Jose RL Batubara, SpA(K), PhD dan ko-promotor dr. Alida R. Harahap, SpPK(K), PhD berharap melalui hasil penelitian ini penatalaksanaan penyandang D5AR2 lebih optimal sehingga kesalahan pengasuhan gender dan tindakan yang mengikutinya dapat dihindari.

(Humas FKUI)