Paradigma Baru Dalam Penanganan Pasien Kanker

Kanker merupakan masalah kesehatan yang kian membesar di dunia. Berdasarkan besarnya angka kejadian, kanker yang paling sering ditemukan adalah kanker paru, kanker payudara dan kanker kolorektal (KKR/usus besar). Khusus untuk KKR, angka kejadiannya terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, angka kejadian KKR meningkat dari nomor 10 di tahun 1993 menjadi nomor 3 di tahun 2012. Peningkatan angka kejadian KKR ini terkait erat dengan perubahan gaya hidup, yang sebenarnya dapat ditekan dengan melakukan gaya hidup sehat.

KKR tidak hanya menjadi penting di Indonesia karena angka kejadiannya yang semakin meningkat, tetapi juga karena hampir 30% penderitanya adalah kaum muda (usia di bawah 40 tahun). Tentu saja dengan karakteristik masih produktif dan menjadi tempat keluarga menggantungkan nafkah. Oleh karenanya, fokus pada penanganan KKR di Indonesia menjadi sangat penting.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FACP, FINASIM dalam pidato pengukuhan beliau sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berlangsung, Sabtu (16/1), di Balai Sidang UI, Kampus UI Depok. Dalam sidang yang dipimpin oleh Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met, Prof. Aru Sudoyo menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Peran Tim Kanker Multidisipliner dalam Upaya Menurunkan Morbiditas dan Mortalitas Kanker di Indonesia dengan Kanker Kolorektal sebagai Model”.

Pendekatan secara multidisipliner atau Multidisciplinary Care (MDC) merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang didasarkan pada pendekatan tim secara terintegrasi baik dalam mempertimbangkan pilihan pengobatan yang relevan maupun dalam perencanaan perawatan pasien secara kolaboratif. Pengobatan kanker sangat komplek dan banyak tenaga medis yang akan terlibat di dalamnya. Sejak tahun 2013, MDC menjadi standar baku dalam tatalaksana kanker. MDC team bertujuan untuk meningkatkan komunikasi, koordinasi dan pengambilan keputusan antar tenaga medis professional sehingga dapat menjadi kunci dalam tatalaksana kanker yang berkualitas.

Pada kanker kolorektal, penyakit yang diderita seringkali tidak berdiri sendiri. Biasanya disertai dengan penyakit-penyakit penyerta. Berbagai variasi terapi, baik ajuvan dan neoajuvan, memerlukan diskusi dengan ahli atau spesialisasi lain, terutama bedah. Disinilah peran tim multidisipliner dibutuhkan, agar dapat meningkatkan kualitas dalam pengambilan keputusan terapi terbaik bagi pasien yang pada akhirnya akan dapat meningkatan kualitas pelayanan (quality of care) dan keselamatan pasien (patient safety).

Prof. Aru Sudoyo lahir di Washington DC, Amerika Serikat, 29 Juni 1951. Ia menamatkan pendidikan dokter umumnya pada tahun 1975 dan menyelesaikan pendidikan lanjutan kedokterannya sebagai spesialis penyakit dalam (1986), sub spesialis hematologi-onkologi medik (1995) dan doktor dalam ilmu kedokteran di tahun 2005. Saat ini beliau masih aktif mengajar di divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.

Selama berkarier dalam dunia kedokteran, prof. Aru Sudoyo sudah menerbitkan puluhan publikasi ilmiah, baik pada jurnal dalam negeri mau pun internasional. Tak hanya publikasi, Prof. Aru Sudoyo pun telah membimbing puluhan mahasiswa dalam menyelesaikan karya akhir mereka. Selain itu, beliau juga pernah meraih beberapa penghargaan, antara lain sebagai peneliti terbaik pada Asian Cinical Oncology Society Meeting (tahun 2000) dan poster terbaik pada Roche Asia Pasific Oncology Forum (tahun 2005).

Bersamaan dengan beliau, pada hari dan tempat yang sama, UI juga mengukuhkan seorang Guru Besar Tetap dari Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Prof. Dra. Setyowati, S.Kp, M. App. Sc., Ph.D, yang menyampaikan pidato pengukuhannya dengan judul “Kontribusi Keperawatan dalam Pencapaian Program SDGs untuk Kesehatan Reproduksi Perempuan di Indonesia”.

Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para sivitas akademikanya begitu mencintai almamater dan mencetak banyak prestasi. Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat mengharumkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional. (Humas FKUI)