Metode Terbaru Deteksi Dini Kanker Paru Melalui Embusan Napas

Kanker Paru merupakan penyakit keganasan yang sulit disembuhkan. Angka bertahan hidup lima tahun penderita kanker paru hanya sekitar 15 %. Persentase ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita kanker kolon (61%), kanker payudara (86%) dan kanker prostat (96%).

Penyebab sulitnya kesembuhan pasien kanker paru adalah tidak adanya syaraf di organ paru sehingga penderita tidak akan merasakan sakit. Akibatnya, banyak pasien yang datang terlambat dan sudah mencapai stadium lanjut. Jika kanker sudah mencapai tahap stadium lanjut, maka pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal. Selain pembedahan, terapi lainnya hanya bersifat paliatif, seperti kemoterapi, radioterapi, kombinasi keduanya dan terapi target dengan masa bertahan hidup hanya 1-2 tahun.

Hingga saat ini belum ada metode untuk mendeteksi kanker paru yang non invasif, sederhana, murah dan efektif. Menanggapi permasalahan tersebut, dr. Achmad Hudoyo, SpP(K), staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk menemukan metode baru mendeteksi kanker paru yang tidak hanya mudah dan murah, namun juga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di berbagai daerah di Indonesia.

Dr. Achmad Hudoyo menggunakan embusan napas pasien terduga kanker paru yang ditampung dalam sebuah balon karet. Embusan napas tersebut kemudian didinginkan dalam lemari es atau direndam di dalam air es agar gas atau uap air terkondensasi. Tahap berikutnya, uap air yang sudah terkondensasi disemprotkan ke media kertas saring khusus untuk menyimpan DNA yang didapat dari embusan napas tersebut. Media kertas saring inilah yang kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut sebagai dasar penegakan diagnosis kanker paru.

Pada DNA yang terperangkap di kertas saring tersebut ditemukan 5 jenis senyawa spesifik yang hanya dijumpai pada napas embusan pasien kanker paru saja dan tidak ditemukan pada orang sehat. Senyawa tersebut yaitu Adenomatous Polyposis Coly (APC), P16, Cyclin-Dependent Kinase Inhibitor 24 (CDKN2A), E-Cadherin (CDH1) dan Ras Association Domain Family 1-isoform A (RASSF1A). Dengan demikian metode ini dapat dimanfaatkan untuk skrining kanker paru dikombinasikan dengan metode lain yang sudah direkomendasi secara internasional, yaitu pemeriksaan LDCT (Low Dose Ct-Scan).

Keunggulan penelitian ini terdapat pada alat yang digunakan yaitu balon karet. Selain mudah didapat, balon karet juga terhitung murah. Selain itu, dengan menggunakan media kertas saring yang berisi DNA pasien terduga kanker, para tenaga kesehatan dapat dengan mudah mengirimkan sampel DNA tersebut dari berbagai daerah terpencil di Indonesia menggunakan jasa pos/ekspedisi, sehingga pasien terduga kanker paru di daerah pun dapat segera terdeteksi sejak dini.

Pemaparan hasil  penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Achmad Hudoyo, SpP(K), pada sidang promosi doktoralnya, Jumat (5/1) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3 Gedung IMERI-FKUI Salemba. Disertasi berjudul “Inovasi Metode Deteksi Kanker Paru Non-Invasif Menggunakan Balon Karet  sebagai Penampung Napas Hembusan (Exhaled-Breath) Terkondensiasi, Berbasis Pemeriksaan Metilasi DNS dengan Methylation-Specific PCR dan Analisi Senyawa Organik dengan Gas Chromatography Mass Spectometry” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji. Bertindak selaku ketua tim penguji dr.rer.physiol. Septelia Inawati Wanandi dengan anggota tim penguji Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K); Prof. dr. Siti Boedina Kresno, SpPK; dan Dr. dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM (Rumah Sakit Kanker Dharmais).

Di akhir sidang, Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS. SpParK, selaku ketua sidang mengangkat dr. Achmad Hudoyo, SpP(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik di FKUI. Dalam sambutannya promotor Prof. dr. Wiwien Heru Wiyono, SpP(K), PhD dan ko-promotor Dr. Dra. Dwi Anita Suryandari, M.Biomed dan Ahmad Utomo, PhD (Stem Cell and Cancer Institute) berharap hasil penelitian dapat memberikan harapan metode deteksi dini kanker paru yang non invasif, mudah didapat, murah, sederhana dan dapat dilakukan di seluruh daerah di Indonesia, baik kota besar maupun desa terpencil. (Humas FKUI)