Melatih Anak Berpuasa Sejak Dini, Tetap Penuhi Kebutuhan Gizi

Saat ini kita sudah memasuki hari-hari terakhir bulan Ramadan, Hari Raya Idulfitri pun sudah tinggal menghitung hari. Bagaimana ibadah puasa Anda tahun ini? Semoga lancar, semakin menyehatkan, dan Allah SWT menerima segala amal ibadah yang telah kita lakukan.

Lalu, apakah Anda sudah mulai melatih anak Anda berpuasa di bulan Ramadan tahun ini?

Berpuasa di bulan Ramadan sesungguhnya menjadi kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Muslim setelah memasuki usia pubertas. Alasan inilah yang kemudian membuat banyak orangtua mulai mengajarkan anak untuk berpuasa sejak dini agar terbiasa di usia dewasa.

Mengajarkan atau membiasakan anak berpuasa seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua, mengingat pada usia dini anak masih sulit menahan rasa lapar dan haus, serta membutuhkan kebutuhan gizi yang harus selalu terjaga agar tetap sehat. Oleh karenanya penting bagi orangtua untuk mengetahui cara mempersiapkan anak berpuasa yang baik dan benar.

Berpuasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari matahari terbit hingga terbenam. Di Indonesia, waktu untuk berpuasa berkisar antara 12 hingga 13 jam.

Apa yang terjadi saat kita berpuasa?

Pada kondisi puasa, kadar gula darah dari makanan yang dikonsumsi saat sahur dapat menetap hingga 4 jam, dan setelah itu tubuh akan mengambil dan memecah cadangan lain dari hati. Dalam 16 jam sejak makan terakhir, tubuh juga akan memecah lemak dan protein agar proses metabolisme dapat dipertahankan. Oleh karena itu, berpuasa selama 12 jam tidak akan mengganggu fungsi tubuh mengingat pada akhirnya tubuh dapat beradaptasi dengan cara menggunakan cadangan-cadangan nutrisi lainnya serta memperlambat sistem metabolisme.

Menurut pakar nutrisi dan penyakit metabolik dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dr. Titis Prawitasari, SpA(K), banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tubuh akibat berpuasa ini berefek sehat.

“Pada waktu berpuasa, metabolisme tubuh cenderung melambat, tetapi menjadi lebih efisien. Insulin yang berguna untuk memasukkan gula yang dihasilkan dari makanan yang kita konsumsi pun menjadi lebih sensitif,” jelas dr. Titis dikutip dari situs Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Lebih jauh dr. Titis pun mengatakan bahwa, “Puasa juga terbukti dapat menurunkan tingkat stress oksidatif dan inflamasi yang akan mencederai sel dalam tubuh sehingga secara tidak langsung turut mencegah terjadinya kanker, meningkatkan kerja sistem imun, serta mencegah terjadinya penuaan dini.”

Itu sebabnya, selain untuk menjaga tubuh agar tetap sehat, melatih anak berpuasa juga baik untuk perkembangan psikis mereka. “Puasa sangat baik digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi anak-anak dalam mengendalikan diri dan disiplin,” tambah dr. Titis.

Bagaimana mencukupi kebutuhan gizi anak saat berpuasa?

Meskipun latihan berpuasa memberikan banyak manfaat bagi anak, tetap harus diingat bahwa asupan gizi anak harus selalu terjaga. Persiapan makanan dan minuman yang tepat untuk menu sahur dan berbuka merupakan kunci yang penting. Pada kedua waktu makan tersebut, komponen gizi yang lengkap dan seimbang meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral wajib tersedia.

Perbedaan utama berada pada kadar indeks glikemik makanan yang direkomendasikan untuk waktu sahur dan berbuka. Ketika sahur, dianjurkan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah karena dapat mempertahankan kadar gula darah lebih lama. Beberapa jenis makanan yang memiliki kadar indeks glikemik sedang hingga rendah meliputi beras merah, roti gandum, oatmeal, kacang hijau, ubi, apel, jeruk, dan pisang. Sebaliknya, saat berbuka diperlukan makanan dengan indeks glikemik tinggi seperti nasi, roti putih, kentang, donat, manisan buah, dan buah dalam kaleng. Pasalnya, makanan dengan kadar indeks glikemik tinggi dapat mengembalikan dan meningkatkan kadar gula darah secara cepat dalam waktu yang singkat.

Kemampuan mempertahankan rasa kenyang yang biasanya didapat dari protein (baik hewani maupun nabati), lemak, dan serat juga harus diperhatikan. “Kombinasi antara ketiganya dengan makanan lain dapat menurunkan nilai indeks glikemiknya, tetapi meningkatkan rasa kenyang,” ujar dr. Titis. Diharapkan, dengan kombinasi makanan yang sesuai anak tidak terlalu kesulitan menahan rasa lapar saat berpuasa.

Selain makanan, kebutuhan cairan harian juga tidak kalah penting untuk harus terpenuhi. “Jangan lupa pula perbanyak minum karena selama berpuasa tubuh sedikit mengalami dehidrasi. Hal ini ditandai dengan semakin sedikit kita buang air kecil di waktu siang hari,” jelas dr. Titis.

Apa saja tips lain melatih anak agar lancar berpuasa?

Walaupun kebutuhan gizi yang lengkap sudah tercukupi pada saat sahur dan berbuka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menahan makan dan minum selama 12 hingga 13 jam memang bukanlah hal mudah bagi anak yang belum terbiasa berpuasa. Peningkatan waktu berpuasa secara bertahap dapat dilakukan untuk melatih ketahanan anak. “Dapat dicoba untuk mulai dengan puasa tidak penuh (6-8 jam) dahulu dan perlahan ditingkatkan menjadi berpuasa hingga adzan Maghrib tiba,” saran dr. Titis.

Selain tidak kuat menahan rasa lapar dan haus, kesulitan untuk bangun sahur merupakan tantangan lain yang seringkali dihadapi orang tua saat melatih anak berpuasa. Masalah ini dapat diatasi dengan cara membiasakan pola tidur anak.

“Hal ini umumnya hanya terjadi pada masa awal bulan puasa. Kesulitan ini berangsur-angsur menghilang seiring terbiasanya anak dengan jadwal yang ada,” ungkap dr. Titis.

Agar anak tetap termotivasi dan semangat untuk makan sahur dan berbuka puasa, variasi menu makanan baik dalam bentuk, rasa, maupun bahan dasar juga penting untuk diperhatikan. Diharapkan selain kebutuhan gizi tercukupi, anak juga tidak merasa jenuh dalam menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan.

(Humas FKUI)