Mahasiswa FKUI Sampaikan Gagasan Program Pengabdian kepada Masyarakat di Forum Internasional

Tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tampil gemilang saat mempresentasikan gagasan program pengabdian kepada masyarakat yang mereka susun di forum mahasiswa kedokteran se-ASEAN, The 3rd ASEAN Student Collaborrative Project (ASCP) yang dilaksanakan di Hanoi Medical University, Vietnam, pada tanggal 23-24 Agustus 2018 lalu.

Mereka adalah Angga Wiratama Lokeswara (Mahasiswa FKUI angkatan 2015), Seruni Hanna Ardhia (FKUI 2015), dan Fergie Grizella Maria Joe Runtu (FKUI 2015). Ketiganya terpilih sebagai 7 besar peserta dari total 33 mahasiswa kedokteran se-ASEAN dan berhak untuk mempresentasikan gagasan mereka pada ajang tersebut.

ASCP merupakan kegiatan berbasis riset antar mahasiswa kedokteran di negara ASEAN yang diinisiasi oleh FKUI pada tahun 2016. Tujuan penyelenggaraan ASCP yaitu sebagai usaha mendorong seluruh mahasiswa kedokteran dari fakultas kedokteran tertua dan terbaik di ASEAN untuk mampu memberikan kontribusi dalam berbagai kegiatan pengabdian masyarakat yang sistematis, terencana dan terstruktur sejak dini dan melakukan kolaborasi kegiatan penelitian berbasis komunitas.

Pada forum internasional tersebut, Angga Wiratama Lokeswara mempresentasikan program pengabdian kepada masyarakatnya yang berjudul “Implementation of Preterm Labor Risk Calculator in Primary Care Facilities and the Roles of Community Health Workers in Preterm Labor Prevention Program”. Dalam presentasinya, Angga memaparkan mengenai permasalahan kematian pada bayi baru lahir yang 50%-nya disebabkan oleh kelahiran prematur. Data terbaru di Indonesia, kelahiran prematur menghilangkan nyawa lebih dari 30.000 bayi dan termasuk tertinggi ke-5 di dunia.

Deteksi dini kelahiran prematur dapat memungkinkan diagnosis yang tepat waktu, dan langkah-langkah yang tepat untuk memperpanjang kehamilan. Sebuah studi terbaru menunjukkan prediktabilitas yang baik dari rumus penghitungan risiko bagi persalinan prematur dengan mengukur tingkat risiko ibu hamil akan melahirkan bayinya sebelum 37 minggu. Rumus ini menjadi alat skrining yang lebih nyaman dan dapat dengan mudah diterapkan pada fasilitas kesehatan primer.

Program yang dilakukan Angga merupakan pendekatan berbasis komunitas di mana rumus tersebut diimplementasikan dalam kunjungan selama kehamilan para ibu di fasilitas kesehatan primer. Ibu dengan risiko prematuritas tinggi akan diedukasi secara tepat, mengenai kemungkinan perlunya pengobatan untuk memperpanjang kehamilan, tanda-tanda persalinan dini dan yang harus dilakukan saat kelahiran dini datang.

Sementara itu, Seruni Hanna Ardhia memaparkan programnya yang berjudul “ERMA: Electronic Health Records Application Database as a Method of Recording, Monitoring, and Identifying Health Risk of Individual and Community Health”. ERMA, akronim dari Electronic-based Rekam Medis Masyarakat, merupakan aplikasi rekam medis elektronik yang dapat digunakan oleh masyarakat agar dapat melihat rekam medis mereka melalui ponsel pintar berbasis android. Penggunaan ERMA dapat dimanfaatkan sepenuhnya baik oleh dokter maupun pasien. Seorang dokter dapat menggunakan aplikasi ini untuk menyimpan rekam medis pasien dan dapat diakses dari mana pun selama terhubung dengan akses internet.

Selain itu, aplikasi ERMA akan mempermudah dokter untuk dapat mengakses data kesehatan pasien beserta riwayat pengobatan sebelumnya agar terhindar dari delayed diagnosis dan kesalahan penanganan. Sementara itu dari sisi pasien, mereka dapat mengakses data kesehatan dari hasil pemeriksaan dokter sebelumnya serta dapat memantau kesehatannya melalui grafik kesehatan yang tertera seperti gula darah, kolesterol dan tekanan darah.

Pada kesempatan yang sama, Fergie Grizella Maria Joe Runtu memaparkan gagasan tentang program pengabdian kepada masyarakat yang berjudul “Shaping Effective Communication Skill for First Year Medical Students through Involvement of Faculty Community Development Program”. Standar kompetensi dokter Indonesia merupakan daftar keterampilan yang harus dimiliki oleh dokter yang berpraktik di fasilitas kesehatan primer di Indonesia. Standar tersebut terdiri dari tujuh bidang yaitu profesionalisme, kesadaran diri dan pengembangan diri, komunikasi yang efektif, manajemen informasi, landasan ilmiah kedokteran, kompetensi klinis dan manajemen masalah kesehatan.

Pentingnya penerapan tujuh standar tersebut telah menjadi pedoman bagi sekolah kedokteran di Indonesia dalam merumuskan kurikulum akademik. Untuk mengembangkan kompetensi komunikasi yang efektif sejak awal perkuliahan, sejak tahun 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sudah mulai mengintegrasikan pendekatan baru untuk mencapai kompetensi tersebut melalui kegiatan ekstra kurikuler yang disebut pengenalan sistem akademik fakultas. Kegiatan tersebut merupakan proses matrikulasi mahasiswa tahun pertama. Mereka akan dilibatkan dalam program pelayanan kesehatan masyarakat di daerah binaan FKUI seperti di Kampung Lio, Depok, Jawa Barat.

Kepada Humas FKUI, dr. Dewi Friska, MKKK dosen pembimbing ketiganya, mengungkapkan rasa bangga atas pencapaian yang diraih Angga, Seruni dan Fergie.

”Ketiga mahasiswa FKUI tersebut membawakan topik berbeda-beda serta unik yang merupakan keunggulan FKUI dan juga Indonesia. Selain itu, mereka juga dapat menambah pengalaman untuk presentasi di acara ilmiah internasional, salah satunya ASCP ini,” papar dr. Dewi.

Melalui presentasi ketiganya pada perhelatan ASCP 2018, dr. Dewi juga berharap informasi pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan dapat terdiseminasi dengan baik terutama yang terkait dengan interaksi mahasiswa dengan masyarakat dan kader kesehatan.

“Ke depannya lagi kami berharap topik-topik yang mereka presentasikan dapat digunakan untuk kolaborasi riset bagi mahasiswa universitas anggota ASCP. Kami juga berencana untuk membuat manuskrip dengan harapan dapat  terpublikasi di jurnal nasional atau internasional terindeks scopus,” lanjut dr. Dewi. Maju terus FKUI!

(Humas FKUI)