Kuliah Umum Guru Besar: Pencegahan Penyakit Katastropik sebagai Upaya Efisiensi Biaya JKN

Penyakit katastropik merupakan penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya tinggi dalam pengobatannya serta memiliki komplikasi yang dapat mengancam jiwa.  Penyakit yang termasuk dalam golongan katastropik adalah golongan penyakit-penyakit tidak menular.

Beberapa contoh penyakit katastropik antara lain hipertensi (berpotensi kronis dan berkomplikasi stroke atau serangan jantung yang membutuhkan penanganan komprehensif), gagal ginjal kronis yang memerlukan cuci darah permanen, hiperkolesterolemia yang membutuhkan obat-obatan jangka panjang, diabetes mellitus yang membutuhkan obat secara terus menerus serta berpotensi komplikasi kronik, dan keganasan seperti kanker dan tumor.

Penyakit-penyakit tersebut bersifat laten yang memerlukan waktu lama untuk bermanifestasi, sering tidak disadari, dan membutuhkan waktu yang lama pula untuk penyembuhan atau mengendalikannya.

Seluruh pembiayaan penyakit katastropik tersebut ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai penyakit katastropik tersebut cukup besar. Pembiayaan penyakit katastropik mencapai hampir 30% dari pembiayaan total.

“Penyakit-penyakit katastropik ini sebenarnya dapat dicegah. Upaya pencegahan pun dilakukan sebagai upaya menurunkan angka penderita penyakit-penyakit katastropik untuk membantu efisiensi biaya penanganan penyakit katastropik tersebut,” papar Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD pada kegiatan Kuliah Umum Guru Besar, Kamis (22/11/2018) di Auditorium RIK, Kampus UI Depok.

Pada kuliahnya yang berjudul “Efisiensi Biaya Penanganan Penyakit Katastropik” tersebut, Prof. Pradana memaparkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit katastropik.

Dimulai dari perbaikan gaya hidup seperti peningkatan aktivitas fisik, menghindari minuman beralkohol dan rokok, melakukan diet yang seimbang, mengecek secara berkala kadar gula darah dan kolesterol, mengontrol berat badan, serta meminimalisir menghirup polusi udara.

Pemerintah pun turut mencanangkan program pengendalian penyakit tidak menular melalui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Posbindu PTM mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular secara terpadu. Pelaksanaan program tersebut dapat dilakukan di rumah, sekolah, kantor, hingga ruang publik.

FKUI-RSCM pun turut andil dalam upaya pencegahan penyakit ini dengan menciptakan sebuah alat bernama CARDIUM yang merupakan akronim dari “Cardio and Diabetes Risk Measurement”. Alat tersebut merupakan hasil kolaborasi riset antara FKUI dengan Fakultas Teknik UI yang diusulkan dan dikembangkan pertama kali oleh Zackie Alfian Rizaldy (mahasiswa FKUI angkatan 2014) dan tim pada tahun 2017. CARDIUM berbentuk seperti kalkulator kecil, mudah dibawa dan dapat digunakan untuk memprediksi risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.

Di akhir perkuliahan, moderator Prof. Dr. dr. Budhi Setianto, SpJP(K) memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk bertanya dan berdiskusi lebih lanjut. Para mahasiswa terlihat antusias mengajukan pertanyaan dan berdiskusi bersama narasumber.

Diharapkan, penyelenggaraan kuliah umum ini tak hanya menjadi ajang pertukaran ilmu dan pengetahuan dari para pakar, namun juga dapat memperluas khasanah pengetahuan dan menginspirasi para mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuannya mengenai kesehatan.

(Humas FKUI)