FKUI Ajak Warga Kenali Boraks Dan Formalin

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melakukan kegiatan sosial yang bertajuk “Pengabdian Masyarakat FKUI: Program Pemberdayaan Ibu-ibu PKK RW 01 Cikini Ampiun dalam Memanfaatkan Tanaman Bunga Ruellia brittoniana untuk Pemeriksaan Boraks dan Formalin dalam Makanan”, pada Sabtu (20/9) lalu di kawasan Cikini Ampiun, Jakarta Pusat.

Kegiatan dibuka dengan sambutan dari dr. Trinovita Andriani, M.Biomed selaku Koordinator Pengabdian Masyarakat FKUI dan dilanjutkan dengan pemaparan dari dr. Dewi Friska tentang kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan oleh FKUI sebelumnya. Terakhir, presentasi mengenai bahaya boraks dan formalin oleh Ketua Departemen Kimia Kedokteran FKUI Dr. Ade Arsianti, S.Si, M.Si, yang sekaligus merupakan ketua pelaksana pada kegiatan sosial tersebut. Turut hadir pada kegiatan hari itu, Koordinator Alumni dan CDC FKUI dr. Atika Barasila, M. Biomed dan para staf pengajar FKUI antara lain dr. Adisti Dwijayanti ; Dra. Fatmawati, M.Si ; Fadillah, S.Si, M.Si ; dr. Ria Margiana danM. Agung B.H.S (Mahasiswa FKUI angkatan 2011).

Penggunaan boraks dan formalin pada bahan makanan sehari-hari, sepertinya masih belum dapat dihindari. Walau pun pemerintah sudah melarang penggunaan kedua bahan kimia tersebut pada makanan, nyatanya praktik pencampuran keduanya masih terus berlangsung. Padahal, kedua bahan kimia tersebut sangat berbahaya dan tidak aman untuk dikonsumsi.

Boraks, merupakan bahan dasar obat luar. Boraks biasa digunakan sebagai bahan campuran salep, bedak, obat pencuci mata, dan pada dunia industri boraks biasa digunakan sebagai bahan pengawet kayu. Efek dari boraks bukanlah efek langsung, bahan kimia ini akan mengendap dalam tubuh dan mengakumulasi efek bahayanya. Pada taraf konsumsi tinggi, boraks dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat. Bahkan pada anak dan bayi, penggunaan boraks di atas 5 gram dapat menyebabkan kematian.
Sementara formalin merupakan bahan dasar pelembut pakaian dan pengawet mayat. Namun saat ini, juga banyak digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Efek konsumsi formalin merupakan efek langsung, yaitu dapat menimbulkan sesak napas, mimisan, dan sirosis hati pada konsumsi yang lama. Formalin dapat luruh bila direbus, namun tidak berlaku pada boraks.

Berdasarkan hal tersebutlah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui Departemen Kimia Kedokteran kemudian mengembangkan metode untuk memeriksa kandungan boraks dan formalin pada makanan. Metode yang dilakukan yaitu pemeriksaan dengan ekstrak bunga Ruellia brittoniana.

Bunga Ruellia brittoniana atau yang dikenal dengan Mexican Bluebell, mengandung zat antosianin. Kandungan ini menyebabkan bunga tersebut dapat berubah warna tergantung dengan derajat keasaman lingkungannya. Dari berbagai jenis bunga yang diuji cobakan, hanya Bunga Ruellia brittoniana yang memberi efek perubahan warna sangat kontras pada bahan makanan yang mengandung boraks dan formalin.

Kegiatan pemberdayaan diikuti oleh sekitar 30 orang yang tergabung dalam PKK RW 01, Cikini Ampiun. Mereka dibagi ke dalam lima kelompok dan didampingi dengan tutor dari para dokter yang hadir. Masing-masing kelompok dibagikan peralatan percobaan (tabung kaca, spot-test, dan pipet) dan tiga jenis bahan makanan yang akan diujikan. Bahan makanan yang digunakan yaitu sosis, baso, ikan asin, mie kuning basah, lontong, ketupat dan kerupuk. Seluruh bahan makanan tersebut didapat dari pasar di sekitaran Cikini, Jakarta Pusat.

Uji identifikasi dilakukan dengan mengambil ekstrak dari Bunga Ruellia brittoniana untuk kemudian diteteskan pada ekstrak dari bahan makanan tersebut. Perubahan warna yang terjadi mengindikasikan adanya kandungan boraks dan formalin pada bahan makanan tersebut. Hasil yang didapat cukup mengejutkan karena dari semua bahan makanan yang diujikan, mengandung boraks dan formalin.

Rangkaian kegiatan hari itu diakhiri dengan foto bersama dan penyerahan beberapa pot bunga Ruellia brittoniana kepada Ibu-ibu PKK RW 01 Cikini Ampiun untuk dikembangkan. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan ibu-ibu dapat semakin mengetahui bahayanya boraks dan formalin pada makanan. Pengetahuan ini akan membawa kebiasaan untuk mulai memilih makanan yang lebih sehat. Paling tidak, kegiatan pembelajaran ini dapat meningkatkan pengetahuan mereka untuk bisa mendeteksi sendiri kandungan boraks dan formalin dalam bahan makanan yang mereka beli. (Mel/Dan/Die)