Promosi Doktor Ni Ken Ritchie

Promosi Doktor Niken Ritchiedr. Ni Ken Ritchie, M.Biomed meraih gelar Doktor dalam bidang Ilmu Biomedik setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Antibodi Anti-HLA Kelas 1 pada Serum Resipien Transfusi Darah Berulang sebagai Penyebab Inkompatibilitas Trombosit Pre-Transfusi” pada sidang promosi doktor yang dipimpin oleh Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, Rabu (8/7) lalu bertempat di Ruang Senat Akademik Fakultas FKUI Salemba. Disertasi tersebut berhasil dipertahankan dihadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. S. Moeslichan Mz, SpA(K) dengan anggota tim penguji Dr. dr. Indra G. Mansyur, SpAnd; Dr. dr. Andhika Rahman, SpPD-KHOM; dan Prof. dr. Abdul Salam M Sofro, PhD (Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi).

Transfusi darah merupakan suatu tindakan pemberian darah donor kepada resipien. Transfusi darah rutin dilakukan pada resipien yang memiliki kelainan darah sebagai terapi suportif. Salah satu kelainan darah yang membutuhkan transfusi rutin adalah anemia aplastik. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel-sel darah di sumsum tulang sehingga nilai hemoglobin, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombositnya rendah. Oleh sebab itu, salah satu pengobatan anemia aplastik adalah transfusi darah yang berulang. Terdapat dua jenis transfusi darah pada anemia aplastik tergantung kadar hemoglobinnya, yaitu transfusi Packed Red Cell (PRC) dan Thrombocyte Concentrate (TC).

Transfusi PRC dan TC merupakan transfusi suportif bagi resipien anemia aplastik, namun trasnfusi yang berulang tersebut dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satu yang sering terjdi adalah aloimunisasi terhadap antigen darah donor. Akibat aloimunisasi tersebut, dapat terbentuk aloantibodi pada resipien, dengan manifestasi klinis bagi resipien. Pada prinsipnya, transfusi darah merupakan suatu tindakan transplantasi organ sehingga darah yang diberikan harus dapat bertahan dalam tubuh resipien dan memberikan manfaat klinis.

Salah satu antibodi yang dapat terbentuk adalah aloantibodi terhadap HLA kelas 1 karena resipien terpapar antigen HLA kelas 1 donor yang terdapat pada leukosit donor. Resipien bisa mendapatkan leukosit donor selama transfusi darah karena leukosit masih terdapat dalam komponen darah PRC.

Aloantibodi anti-HLA kelas 1 tersebut dapat bereaksi dengan trombosit donor pada transfusi berikutnya, sehingga terjadi platelet refractoriness. Penatalaksanaan idealnya diberikan trombosit yang HLA-match dengan antigen HLA resipien, namun sangat sulit untuk mendapatkan donor yang antigen HLA kelas 1 yang identik dengan resipien. Untuk itu diperlukan alternatif penatalaksanaan lainnya. Penelitian kemudian dilakukan oleh dr. Ni Ken Ritchie, M.Biomed pada 28 sampel penderita anemia aplastic sepanjang Agustus 2013-Desember 2014 untuk mencari alternatif penatalaksanaan dalam upaya mendapatkan trombosit donor yang cocok bagi resipien (anemia aplastik) yang dalam tubuhnya telah terbentuk aloantibodi anti-HLA kelas 1.

Dalam sambutannya, Promotor Prof. Dr. dr. Rahajuningsih Darma, SpPK(K), DSc, FACT dan ko-promotor Dr. dr. T. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM dan Prof. Dr. rer. Nat. Sentot Santoso berharap melalui penelitian ini akan dapat membantu unit pelayanan darah di pusat pelayanan kesehatan untuk memilih metode pemeriksaan pre-transfusi dalam menyediakan trombosit yang cocok bagi resipien yang membutuhkan. (Mel/Dan/Die)